Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Wednesday, March 14, 2012

Demokrasi Yang Produktif

Demokrasi adalah pilihan masyarakat modern untuk menyelenggarakan kehidupan bersama. Demokrasi merupakan hasil pengalaman berabad-abad berbagai peradaban dalam mengelola kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya dalam kerangka kontrak sosial.
Demokrasi menjadi sistem karena di dalam demokrasilah kepentingan kehidupan bersama dikelola. Sebagai sistem, demokrasi memiliki tiga elemen utama, yaitu: input, proses, dan output.
Input dari demokrasi tentulah aspirasi, partisipasi publik dan, dalam bentuk yang formal, suara (vote). Input inilah yang diolah dalam proses demokrasi politik yang berupa agregasi dan kondensasi informasi, pilihan serta preferensi induvidu. Proses tersebut akan menghasilkan output berupa pengelolaan kehidupan bersama yang memberi manfaat untuk semua.
Proses demokrasi ini harus dijaga dari distorsi serta harus dipastikan dapat menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Proses yang terdistorsi atau proses demokrasi yang gagal dapat berujung pada dua (2) skenario:
1.      Tidak ada output, seperti yang terjadi di jaman Presiden Soekarno, dimana dinamika politik ideologi gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat;
2.      ada output, tapi tidak baik untuk rakyat; seperti yang terjadi di jaman Presiden Soeharto, dimana kesejahteraan hanya dinikmati oleh sebagian orang dan banyak terjadi deteriorisasi kebebasan politik.
Dengan kerangka tersebut, saya ingin menggulirkan suatu diskusi tentang demokrasi yang produktif, sebagai hasil dari pengelolaan input, proses dan output yang terjaga, baik oleh sistem, maupun oleh etika politik. Demokrasi yang produktif adalah demokrasi yang mampi memecahkan masalah.
Partai politik merupakan pilar penting dalam mewujudkan demokrasi yang produktif. Partai politik menjadi kanal aspirasi publik ke dalam sistem dan saluran informasi dari sistem politik ke ranah masyarakat.
Partai politik adalah lini terdepan dari sistem politik yang berhadapan dengan publik. Sudah waktunya partai politik memberi porsi yang seimbang antara masalah-masalah nasional dan lokal. Justru partai politik mesti makin tertarik untuk merespon kebutuhan-kebutuhan lokal. Harusnya ada insentif ketika partai politik mampu menyelesaikan masalah lokal, tapi sekarang kita kerap menyaksikan betapa yang mampu menyelesaikan keinginan elitelah yang diberi insentif
Contohnya, dalam perumusan kebijakan publik. Partai politik seharusnya menjadi kanal aspirasi publik dan memberikan informasi, bukannya malah menjadi kasino tempat kebijakan publik dirumuskan di ruang tertutup dan rentan terhadap intervensi vested interest.
Partai politik dengan komitmen untuk mengembangkan kemampuan permasalahan lokal akan memberi ruang bagi tumbuhnya pemimpin-pemimpin politik yang "berkeringat," berakar dan merintis dari bawah. Dengan kesadaran itu, partai politik juga akan mengembangkan meritokrasi sebagai pilihan rasional untuk mewujudkan demokrasi yang produktif.
Beranjak dari kerangka itu pula, pemimpin politik dalam demokrasi yang produktif harus memiliki dua (2) klasifikasi, yaitu
1.      kualifikasi politis, ini adalah kualifikasi dimana seorang pemimpin politik harus akseptabel. Akseptabilitas kepemimpinan merupakan hasil yang didapat dari integritas, moralitas, kompetensi dan penerimaan terhadap pluralitas bangsa. Pemimpin politik haruslah memiliki catatan moralitas yang baik, integritas yang tidak cacat, kompetensi yang dapat diandalkan, dan-yang tidak kalah penting-kesadaran akan fakta bahwa Indonesia adalah sebuah negara dengan keragaman dalam hampir seluruh aspek kehidupannya. Kualifikasi politis ini akan membangun legitimasi politik seorang pemimpin; 
2.      Kualifikasi teknis, berkaitan dengan begaimana kepercayaan publik dikelola dan diwujudkan dalam kinerja nyata kepemimpinan politik. Kemampuan teknis adalah kapabilitas manajerial untuk menggerakan sumber daya yang dimilikinya dan dalam bentuknya yang formal, mampu mengelola organisasi partai hingga pemerintahan. Pengalaman berorganisasi yang melatih kemampuan seseorang untuk mengomunikasikan visi, menyinergikan kekuatan dan memediasi konflik sangat relevan di sini. 
Dua kualifikasi di atas tidak terpisahkan dan komplementer. Tanpa kualifikasi teknis, kualifikasi politis seorang pemimpin akan tergerus karena kegagalan mewujudkan kinerja yang efektif. Namun, kecakapan memimpin dan mengelola organisasi tidak bermakna jika pemimpin tersebut tidak menunjukan integritas dan tidak memiliki akseptabilitas. Tidak mungkin sebuah kepemimpinan politik berjalan tanpa kepercayaan dari konstituennya.
Pemimpin dengan dua kualifikasi di atas hanya lahir dari proses yang panjang, bukan "karbitan." Kematangan kualifikasi politis baru bisa dimiliki setelah melalui proses pembuktian legitimasi dalam dimensi integritas, moralitas, kompetensi dan kapabilitas politik.
Kualifikasi teknis, meski dapat dipelajari, juga tidak bisa diperoleh secara instan. Kemampunan menata dan mengelola politik tidak hanya mengacu pada aspek teoretik. Dibutuhkan pengalaman langsung di lapangan untuk menguji kapabilitas seorang calon pemimpin.
Itulah kerangka besar dari demokrasi yang modern yang produktif, demokrasi yang mampu menyelesaikan masalah dan mewujudkan kesejahteraan, yang bersendikan pada partai politik yang berkomitmen untuk merespon permasalahan lokal yang mampu melahirkan pemimpin yang berakar dengan kualifikasi teknis dan politis yang memadai.

Demokrasi Yang Produktif Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment