Propinsi
Sulawesi Selatan telah mencatakan sejumlah prestasi dalam bidang ekonomi dihari
jadinya yang 364. Wilayah ini dalam 10 tahun terakhir, ditengah krisis ekonomi
nasional justru tumbuh diatas rata-rata nasional. Walaupun dari sisi
kualitas pertumbuhan dari indikator Indeks Pembangunan Manusia, maupun tingkat
pengangguran secara rata-rata Sulawesi Selatam masih perlu berbenah diri
lagi.
Hal yang patut
dicermati dari perspektif makro ekonomi Sulawesi Selatan adalah terjadinya
kecenderungan divergensi antara daerah (ketimpangan antara daerah yang makin
melebar). Sebab bila hal ini terus berlanjut maka akan mempengaruhi kualitas
pembangunan daerah. Selain itu dapat menyebabkan masalah baru yakni
permasalahan ketidakadilan antar daerah serta sejumlah masalah sosial yang
mengikut didalamnya.
Data kinerja
makro ekonomi daerah-daerah di sulawesi selatan menunjukan sejumlah daerah yang
memiliki PDRB dibawah satu juta tumbuh dibawah rata-rata nasional dan rata-rata
Sulawesi Selatan. Kabupaten-kabupaten tersebut memiliki PDRB yang rendah dan
pertumbuhan yang rendah sekaligus. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja
makroekonomi pada kabupaten-kabupaten tersebut masih rendah sehingga secara
berkelanjutan mengalami ketertinggalan dari daerah lain. Sedangkan pada sisi
lain, sejumlah daerah dengan PDRB diatas satu juta tumbuhan diatas rata-rata 6
% pertahun. Kabupaten-kabupaten dengan PDRB yang besar seperti Pangkep, Sidrap,
Luwu, Luwu Utara tumbuh dengan kisaran 6-7 % pertahun. Terlebih lagi
kinerja makroekonomi Makassar dengan PDRB mencapai seperempat dari total PDRB
sulawesi Selatan tumbuh pada kisaran 9 % pertahun.
Dua fenomena
kinerja makro ekonomi daerah inilah yang mengindikasikan terjadinya gejala
divergensi antar daerah dimana ketimpangan yang makin melebar dalam struktur
ekonomi Sulawesi Selatan. Gejala ini sekaligus menunjukan bahwa di Sulawesi
Selatan belum terjadi Konvergensi yang merupakan proses pertumbuhan ekonomi
yang berbeda sehingga dapat mengurangi gap pendapatan, produktifitas,
tingkat upah dan berbagai indikator ekonomi lainya. Konsep konvergensi yang
dikembangkan oleh Barro dan Martin (1995) dengan menggunakan model pertumbuhan
neoklasik (Ramsey,1928 ; Solow,1956) pada perekonomian tertutup memprediksikan
bahwa tingkat pertumbuhan perkapita cenderung berhubungan terbalik dengan
tingkat output atau pendapatan perkapita awal.
Konvergensi yang
dikembangkan oleh Abramovitz (1985) mengemukakan bahwa negara-negara dengan
tingkat produktifitas rendah memiliki potensi untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Meskipun demikian, potensu pertumbuhan akan
melemah bila tingkat produktifitas tersebut mendekati tingkat produktifitas
negara yang menjadi patokanya. Hal ini yang dikenal dengan konsep mengejar
ketertinggalan.
Maka dalam
konteks ini, fenomena di Sulawei Selatan yang menunjukan gejala
terjadinya tingkat pertumbuhan ekonomi daerah terus mengalami
disparitas, dimana sejumlah daerah tumbuh dengan lebih tinggi sedangkan daerah
lain mengalami kondisi yang stagnan dan cenderung melambat setelah implementasi
desentralisasi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Pada kondisi ini tidak
terjadi konvergensi sebagaimana yang dikemukakan model Neoklasik. Kondisi ini
cenderung yang terjadi adalah divergensi dimana tingkat ketimpangan
ekonomi antar daerah makin melebar.
Perbedaan
mendasar dalam kinerja makro ekonomi daerah di Sulawesi Selatan yang
menyebabkan gejala ketimpangan dapat disebabkan sejumlah faktor. Faktor
tersebut dapat ditemukan penyebab Pertumbuhan ekonomi yang merupakan
proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan
ekonomi dari perpektif Neo-Kalsik memusatkan perhatian pada pertumbuhan output
yang bersumber dari kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (L),
Pertumbuhan penduduk (N), Penambahan modal (K), dan Kemajuan Teknologi (AL).
Maka dari sini menjadi sangat beralasan bila Makassar maju lebih cepat
dibandinngkan daerah lain sebab sejumlah faktor tersebut lebih benyak
terkonsentrasi dan bergerak menuju Makassar.
Kebijakan
desentralisasi Fiskal secara teroritik akan berpotensi mendorong pertumbuahn
ekonomi daerah berdasarkan kondisi obyektif daerah masing-masing ditentukan
oleh sejumlah variabel seperti yang dijelaskan sebelumnya. Perbedaan dalam
pertumbuhan ekonomi dengan mendasarkan kondisi awal ketika sebelum
desentralisasi maka hipotesis tentang konvergensi dan atau divergensi
pertumbuhan ekonomi antar daerah akan dapat terjadi. Pertumbuhan ekonomi
dalam model desentralisasi dapat dikembangkan dengan menggunakan model
neokalsik tersebut untuk menjelaskan desentralisasi dalam mempengaruhi
Pertumbuhan ekonomi. Pengaruhnya dapat dilihat baik secara langsung dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi maupun melalui transmisi secara tidak
langsung melalu efisiensi sektor publik dan kebijakan makroekonomi yang
lebih efektif.
Upaya Kedepan dan Peran
Pemerintah Propinsi
Gejala proses
divergensi antar daerah di Propinsi Sulawesi Selatan memerlukan kebijakan
penanganan yang serius dan berkelanjutan. Perlu ada upaya dari sisi kebijakan
makro regional untuk menyelaraskan dengan proses kemajuan yang banyak didorong
oleh kreatiifitas pemerintah kabupaten/kota atau proses mekanisme pasar yang
mendorong sejumlah kabupaten maju lebih cepat dibandingkan daerah lain.
Maka dalam
konteks ini peran pemerintah Propinsi menjadi penting guna lebih mendorong
daerah-daerah yang masih menujukan kinerja ekonomi yang rendah. Pemerintah
Propinsi perlu memformulasikan model alokasi belanja daerah dengan
memperhatikan sejumlah gejala ketimpangan antara daerah. Tanpa memperhatikan
kondisi ini maka alokasi belanja propinsi cenderung menjadi duplikasi dari
alokasi belanja kabupaten/kota sehingga tidak memiliki dampak pada peningkatan
pembangunan didaerah.
Terjadinya
gejala divergensi ini sekaligus juga memberikan konfirmasi bahwa Pemerintah
Propinsi Sulawesi Selatan belum mengupayakan kebijakan yang dapat mendorong
terjadinya proses konvergensi antar daerah. Maka sebagai bahan
pertimbangan dalam penyusunan RAPBD Sulawesi selatan 2012 sangat perlu untuk
mengalokasikan belanja yang secara khusus ditujuan untuk mengurangi ketimpangan
antara daerah.
0 komentar:
Post a Comment