Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Friday, September 14, 2012

Pancasila VS Zionisme

Pancasila, sebagai dasar Indonesia merdeka, merupakan acuan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pendekatan pola pemikiran deduktif. Allah menciptakan manusia berbangsa bangsa bersuku suku adalah merupakan Ketetapan Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai suatu hukum alam. Hukum Alam ini tumbuh menjadi suatu keyakinan yang akan berkembang menjadi nilai-nilai kehidupan sebagai dasar dibangunnya berbagai macam aturan-aturan oleh manusia untuk mengatur kehidupan mereka yang disebut norma. Negara dibentuk berdasarkan norma yang disepakati.

Norma sebagai aturan/hukum, kebenarannya secara hakiki masih tetap bersifat tidak pasti, tidak tetap, dan belum tentu diterima oleh siapapun juga. Agar memiliki kepastian hukum yang benar dan baik, kebenaran norma tersebut harus dikaji ulang terhadap hukum alam yang ada dan terkait. Keseluruhan proses ini disebut  Ketetapan Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta (Sunattullah). Pola pendekatan pemikiran deduktif ini akan memberikan peluang yang lebih besar untuk mencapai suatu kebenaran yang hakiki dan mengarah kepada kebenaran yang bersifat universal, karena adanya usaha mendekatkan kebenaran relatif dari proses ikhtiar yang dikerjakan terhadap hukum alam yang ada sebagai kebenaran absolute (abadi). Disinilah Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka telah menetapkan  Bangsa Indonesia lebih dahulu terlahir, baru kemudian Pemerintahan Negara Republik Indonesia dibentuk. Keseluruhan tatanan (sistem) yang utuh ini disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun Zionisme sebagai suatu faham yang berorientasi pada kekuasaan sangat diorientasikan  pada pendekatan induktif. Bagaimana negara dibentuk untuk mengatasi suatu kondisi yang menurut mereka (‘the elders of zion’) benar, yaitu bahwa manusia yang baik jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah manusia yang buruk. Maknanya, filosofi dan asumsi, baik yang bersifat materialistik atau idealistic, memegang peranan penting sebagai dasar dibangunnya suatu aturan/hukum untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, proses umpan balik yang dilakukan akan menyempurnakan filosofi dan asumsi yang akan digunakan untuk membangun aturan/hukum yang berikutnya. Secara keseluruhan maknanya, kebenaran yang akan dicapai adalah suatu kebenaran relatif.

Kebenaran absolute (abadi) tidak diikutsertakan di dalam pendekatan ini. Disinilah Zionisme melahirkan suatu tatanan, dimana Negara dibentuk terlebih dahulu, baru kemudian Bangsanya dilahirkan. Adapun Negara yang dibentuk sangat ditentukan oleh faham yang digunakan menjadi dasar pemikiran Negara tersebut dibentuk. Kemudian, faham tersebut akan menentukan faham yang dianut oleh bangsanya. Misalnya, bila Negara itu dibentuk dengan faham komunis, maka bangsanya akan berfahamkan komunis. Bila Negara itu dibentuk dengan faham sosialis, bangsanya pun akan disebut bangsa sosialis. Bila Negaranya dibentuk dengan faham liberal, maka bangsanya akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa liberal. Begitu juga, bila Negaranya dibentuk dengan faham konservatif, maka bangsanya pun akan disebut sebagai bangsa konservatif dan lain-lainnya.

Kondisi yang dibentuk oleh zionisme ini diikuti oleh hampir seluruh Negara-Negara di dunia, kecuali Indonesia. Secara struktur, mereka membentuk Negara, dalam hal ini kekuasaan pemerintahan negaranya terlebih dahulu, yang akan digunakan menjadi pondasi di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Kemudian, baru bangsanya dilahirkan. Tatanan (sistem) ini disebut sebagai Negara-negara moderen (modern states), yaitu negara yang  menjalankan proses demokrasi. PEMILU (hak pilih/vote) adalah metoda yang digunakan untuk mengangkat para pemimpinnya. Tetapi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki struktur Bangsa (‘kedaulatan’) sebagai pondasi untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegaranya, karena baru kemudian Negara dibentuk. Oleh karena itu, Lembaga Bangsa, dalam hal ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus dibentuk terlebih dahulu secara benar dan baik. Lembaga Bangsa ini akan melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat untuk membentuk Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Inilah dua sistem yang berbeda, tetapi akan saling menyempurnakan dan saling melengkapi kekayaam literatur-literatur dunia untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara di muka bumi.

Disinilah adanya perbedaan yang hakiki di dalam memaknakan kata kemerdekaan untuk Bangsa dan Negara yang dibangun berdasarkan Pancasila, dalam hal ini adalah NKRI, diperbandingkan dengan Negara yang dibangun berdasarkan faham zionisme, yaitu Negara-negara yang ada di seluruh dunia. Kemerdekaan untuk NKRI adalah tegaknya “Kedaulatan Bangsa”, yang biasa kita sebut sebagai tegaknya Kedaulatan Rakyat. Kemerdekaan untuk Negara-negara di seluruh dunia adalah tegaknya Kekuasaan Negara.

Sehingga, Demokrasi yang harus ditegakkan di Indonesia adalah membangun Kedaulatan Rakyat yang semakin utuh dan kuat di dalam membentuk Lembaga Kedaulatan Rakyat (MPR) yang berfungsi sebagai Lembaga Tertinggi Negara untuk menetapkan Undang-Undang Dasar, sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan untuk membentuk Lembaga Tinggi Negara yang memegang dan menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatifnya. Sementara, Demokrasi yang ditegakkan di Negara-negara di seluruh dunia adalah membangun suatu metoda untuk mendistribusikan kekuasaan yang berimbang di dalam membentuk pemerintahan negara baik untuk kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatifnya.

Keutuhan dan kekuatan MPR yang berfungsi sebagai Lembaga Kedaulatan Rakyat, Lembaga Bangsa, dan Lembaga Tertinggi Negara harus terdistribusi merata di seluruh wilayah NKRI. Maknanya, bahwa seluruh jumlah penduduk dengan kehidupannya beserta kekayaan alam dan kekayaan intelektualnya akan selalu di audit oleh MPR yang memainkan peran dan fungsi sebagai Lembaga Kedaulatan Rakyat dan Lembaga Bangsa. Kekutuhan dan kekuatan MPR ini hanya akan bisa dibangun dan terbangun melalui proses MUSYAWARAH-MUFAKAT. Dalam kurun waktu lima tahun sekali sekurang-kurangnya Anggota MPR berkumpul dan bersidang di Ibu Kota Negara sebagai Lembaga Tertinggi Negara untuk menetapkan UUD dan GBHN, memilih dan mengangkat seseorang menjadi Presiden RI dan Wakil Presiden RI, dan mengesahkan serta membentuk Lembaga Tinggi Negara lainnya yang telah disepakati dan ditetapkan. Proses yang digunakannya pun adalah proses MUSYAWARAH-MUFAKAT. Setelah selesai bersidang untuk melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenangnya, seluruh Anggota MPR kembali ke wilayahnya masing-masing dari mana Anggota-Anggota tersebut berasal untuk memantau dan mengawasi serta menilai langsung pekerjaan yang dilakukan oleh Pemerintahan NKRI baik yang berada di pusat dan di daerah.

Adakah Hak Suara (’Voting’) yang digunakan untuk membangun NKRI? Jawabnya ada di dalam MPR! Hak Suara MPR tidak hanya untuk menetapkan dan mengangkat seseorang menjadi Presiden RI dan Wakilnya. Hak Suara Anggota MPR digunakan untuk menguji Pemikiran dan Konsep dari para calon Presiden RI dan Wakil Presiden RI terpilih, yang  terpilih dari proses MUSYAWARAH-MUFAKAT oleh seluruh Rakyat Indonesia yang disampaikan melalui wakil-wakilnya (Anggota-Anggota MPR).

Al hasil, Anggota-Anggota MPR adalah wakil-wakil seluruh Rakyat Indonesia untuk melaksanakan dan menegakkan Kedaulatan Rakyat di dalam tatanan NKRI. Sedangkan, Presiden RI/Wakil Presiden RI adalah wakil-wakil rakyat yang melaksankan Kekuasaan Eksekutif; DPR/DPRD adalah wakil-wakil rakyat untuk menjalankan Kekuasaan Legislatif; dan Mahkamah Agung adalah wakil-wakil rakyat yang melaksanakan Kekuasaan yudikatif. Jadi jelaslah, bahwa Rakyat Indonesia yang bisa menjadi Presiden RI/Wakil Presiden RI, Anggota-Anggota DPR/DPRD, dan Anggota-Anggota Mahkamah Agung serta Pejabat Tinggi Negara lainnya harus pernah memegang dan tidak diberhentikan pada saat menjadi Anggota-Anggota MPR. MPR adalah kawah candra dimuka para PEJABAT-PEJABAT TINGGI NEGARA PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA!

Pancasila VS Zionisme Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment