Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Sunday, September 30, 2012

Idealisme Jurnalisme

Tidak ada pekerjaan yang mudah. Semua mengandung resiko dan konsekuensi. Termasuk dalam dunia jurnalistik, memotret peristiwa aktual untuk kemudian merangkainya menjadi sebuah berita penting.

Jika pegawai negeri bekerja dengan tenggat waktu yang telah ditentukan, seorang jurnalis lebih dari itu. Ia menjemput informasi tanpa kenal waktu. Sedikit sekali ia diberi jatah melapangkan diri, atau sekedar “membujurkan kaki”. Panas terik, hujan badai tetap harus dilalui. Seorang jurnalis bertaruh nyawa dan masa.

Profesionalisme dan Idealisme
Sebagai salah satu aktor dibalik tampilnya suatu kejadian pada khalayak, ketepatan dan kecermatan dalam mencari, meliput, menginput data, mengolah, menganalisa, hingga memposting sebuah berita adalah sarat wajib bagi sang jurnalis. Selain daripada itu, perlu adanya profesionalisme jurnalis / wartawan dalam mempertanggungjawabkan informasi yang diliput (Erik Thohir). Dan tentu, harus sesuai kode etik jurnalistik. Masih menurut Erik, kebebasan per jangan sampai membuat wartawan lepas tangan sehingga pada kelanjutannya melahirkan wartawan-wartawan amplop dan gadungan.

Dan informasi yang disampaikan menjadi abu-abu tanpa bisa ditangkap esensinya.
Disinilah perlu ditekankan prinsip atau idealisme bagi wartawan. Independensi menjadi harga mati. Tak ada tawar-menawar mengenai hal ini. 

Memahami Berbagai Disiplin Ilmu
Satu hal yang istimewa dari seorang jurnalis adalah “kemutlakan” baginya untuk memahami banyak disiplin ilmu bahkan melahap semuanya sekaligus. Baik dari bidang politik, ekonomi, sains, teknologi, budaya, pendidikan, hukum perundang-undangan dsb. Hal ini sangat penting mengingat ukuran kualitas berita yang disajikan. Dinilai publik, dikritisi, baik-buruknya suatu berita merupakan bagian dari resiko dan konsekuensi bagi wartawan.

Jurnalis (Islam) yang Handal
Di Negeri Muslim terbesar ini, tentu sangat dibutuhkan banyak wartawan yang handal dalam arti mampu mengaitkan sebuah peristiwa dengan syariat Islam. Dengan kata lain, ia menjadikan keimanan (ideologi)nya sebagai tolok ukur pemberitaan. Dan sikap seperti ini sama sekali tidak menghilangkan objektifitas berita.

Seumpama terkait kasus korupsi, seorang jurnalis tidak hanya menyoroti siapa yang menjadi tersangka sehingga menampilkan kesan bahwa akar kemerosotan bangsa ini-yang paling mendasar-adalah disebabkan merajalelanya korupsi. Alhasil, masyarakat bisa mendapatkan kesimpulan yang salah.

Padahal kenyataannya, korupsi tak lain adalah akibat dari diterapkannya sistem demokrasi yang telah rusak sejak awal kemunculannya. Sistem pemerintahan yang tak menempatkan kedaulatan di tangan Pencipta langit dan bumi pasti memberikan ruang yang luas untuk melakukan tindakan tercela tersebut. Karena tak dapat dipungkiri bahwasanya demokrasi hanyalah alat, permainan, atau dagelan yang hanya memanfaatkan kekuasaan untuk meraup, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, “Money for Power, Power for Money”.

Jurnalis Muslim sudah semestinya menyadari, dan manyampaikan hal ini sebagai bentuk kontribusi nyata atas ketaatan pada Allah dan RasulNya dalam mengemban amanah. Dan yang pasti, semua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Karenanya, berhati-hatilah para jurnalis!

Idealisme Jurnalisme Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

1 komentar:

  1. saya sepakat dengan pendapat anda....
    memang seorang jurnalis harus idealis.....

    ReplyDelete