Negeri ini sedang berupaya untuk tampil
lebih baik dari hari ke hari, segala upaya dilakukan, jika perlu
keluaarnegripun dilakoni. Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana
untuk mengunjungi Afrika Selatan sebagai tujuan studi banding kepramukaan. Tak
hanya itu, untuk bisa tampil lebih baik dari hari ke hari, pemerintahpun
merencanakan pembangunan gedung DRP/MPR dengan biaya Rp 1,6 triliun. Berharap
agar rakyat semakin mandiri, pemerintahpun mulai mengurangi subsidi listrik dan
BBM, awal oktober pemerintah akan mengurangi pasokan premium bersubsidi di
Jakarta.
Jika kita lihat lebih dalam,
sesunggguhnya negri ini tampak bobrok dari hari ke hari. Dari negeri yang kaya
sumberdaya alam menjadi negeri yang dililit utang dan bencana alam; dari negeri
yang penduduknya terkenal ramah menjadi negeri yang rakyatnya dikenal banyak
yang susah; dari salah satu negeri Muslim yang disegani menjadi surga korupsi
dan pornografi.Seperti yang dilansir sejumlah media, jumlah orang miskin makin
merisaukan seiring kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010.
Pasalnya, kenaikan TDL memberikan efek domino berupa kenaikan harga sembako,
ancaman PHK dan pengangguran. Berdasarkan standar BPS (Maret 2007), kategori
miskin di antaranya seorang dengan penghasilan di bawah Rp
167.000,-/bulan/orang atau Rp 5.500,-/hari/orang. Dengan stadar BPS, angka
kemiskinan saat ini hanya sekitar 13 persen atau sekitar 30 juta orang. Namun,
menurut Bank Dunia, salah satu kriteria orang miskin di Indonesia adalah mereka
yang berpenghasilan di bawah 2 dolar/Rp 19.000,- perhari (sekitar Rp 500
ribu/bulan). Jika menggunakan ukuran World Bank ini, angka kemiskinan di
Indonesia bisa di atas 43 persen dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia;
kira-kira mendekati 100 juta jiwa. Inilah fakta keseharian kehidupan rakyat
yang amat menyedihkan dari hari ke hari.
Sesungguhnya akar masaalah dari kondisi
negeri yang tidak kunjung membaik ini adalah karena negeri ini menerapkan
sistem ekonomi Kapitalisme. Dalam sistem ekonomi liberal, Pemerintah tidak lagi
memerankan fungsinya sebagai pemelihara urusan-urusan dan kebutuhan dasar
rakyatnya. Bahkan di tengah kemiskinan rakyat, Pemerintah sering mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang makin membebani rakyat.Gaya hidup penguasa saat
ini yang menampilkan kemewahan, dari mulai gaji yang tinggi hingga mobil dinas
yang mahal, tidak bisa dilepaskan dari cara pandang mereka terhadap jabatan.
Bagi mereka, jabatan identik dengan prestise, martabat, kehormatan, bahkan
ladang penghasilan yang subur. Wajar jika mereka berebut untuk mendapatkan
jabatan/kekuasaan.
Sikap mereka ini berbeda dengan para
khalifah (kepala negara Khilafah) dulu. Bagi para khalifah, jabatan adalah
amanah. Karena itu, jabatan/kekuasaan benar-benar dimaksudkan untuk menunaikan
apa yang menjadi hak rakyatnya. Bagi mereka, martabat dan kehormatan justru
terletak pada ketakwaan, dan salah satu ukuran ketakwaan terletak pada sikap
amanah dalam mengurus rakyat, bukan pada kemewahan. Karena itu, kesederhanaan
mereka tidak membuat mereka kehilangan martabat dan kehormatan. Wajar jika
kisah kesederhanaan para khalifah kaum Muslim pada masa lalu banyak menghiasi
sejarah peradaban Islam nan agung ini. Imam as-Suyuthi menuturkan dalam Tarikh al-Khulafa’-nya
tentang kisah kesederhanaan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., misalnya, yang
tidak pernah malu berpakaian dengan banyak tambalan, bukan dengan kain yang
sama, tetapi dengan kain yang berbeda, bahkan dengan kulit hewan. Khalifah Umar
ra. juga biasa tidur nyenyak di atas hamparan pasir, dengan berbantalkan
pelepah kurma di sebuah kebun kurma, tanpa seorang pun pengawal. Namun, di
balik kebersahajaan itu, Khalifah Umar dan para khalifah kaum Muslim itu
mempunyai prestasi yang luar biasa. Mereka berhasil memakmurkan rakyatnya
sekaligus menjadikan Islam dan Khilafah Islam memimpin dunia selama
berabad-abad dengan segala kemuliaan dan keagungannya. Bandingkanlah dengan
para penguasa kaum Muslim saat ini, termasuk di negeri ini. Mereka hidup mewah,
tetapi miskin prestasi, bahkan menjadi musibah bagi rakyatnya.
0 komentar:
Post a Comment