SUDAH banyak pasangan kekasih yang kisah cintanya berawal dari perkenalan di situs jejaring sosial Facebook. Seorang pria di Pontianak akhirnya menikah dengan seorang gadis cantik dari Aceh setelah selama beberapa bulan mereka berkenalan dan saling berinteraksi di situs jejaring sosial yang paling populer ini. Banyak pula pasangan suami istri di berbagai belahan dunia yang kisah asmara mereka berawal dariFacebook. Dari Facebook turun ke hati.
Kalau Facebook bisa membuat orang di satu tempat bisa berkenalan dan akrab dengan banyak orang lain di tempat lain yang jauh, seharusnya media ini dimanfaatkan pula oleh para kontestan yang kini sedang berusaha untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya agar bisa menang di Pilkada Aceh 2012. Untuk memenangkan persaingan, setiap kontestan harus mampu membuat dirinya dikenal publik luas.
Masalahnya, tidak mungkin seorang kandidat bisa menjumpai semua orang agar bisa dikenal atau didekati. Keterbatasan sumber daya menghambat mereka. Karena jarak yang memisahkan, para kontestan butuh media kampanye yang efektif dan efisien untuk berkampanye, salah satunya melalui situs jejaring sosial Facebook.
Kini Facebook bukan lagi sebagai media jejaring sosial yang hanya dipakai untuk bersenang-senang semata. Facebook bisa digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti berdagang, menyuarakan pendapat atau berkampanye. Jadi kalau ada politisi yang tidak punya akun Facebook untuk berkampanye, itu sama saja dengan meugampong (kampungan).
Penggunaan media internet untuk keperluan politik, seperti kampanye, bukan lagi hal yang baru. Fenomena ini disebut oleh Paul Hirst (2001) dengan istilah “dotcom democracy”. Di berbagai negara, ketika musim kampanye telah tiba, para kontestan memanfaatkan Facebook dengan sebaik-baiknya. Lihat saja bagaimana Barack Obama bisa mendekatkan diri pada para pemilih melalui Facebook. Dengan media ini, Obama bisa mempublikasikan berbagai visi dan misi atau program kerja yang ingin dicapainya. Publik pun bisa mengkomentari langsung, baik memberi masukan atau kritikan, kepada Obama. Atau lihat saja fan page milik Newt Gingrich. Setiap hari ia mem-posting berbagai tulisan atau pendapatnya tentang beragam isu yang tengah banyak dibicarakan orang.
Di dalam negeri ada Prabowo Subianto. Setiap tulisannya di Facebook tidak pernah sepi komentar. Dari setiap tulisan yang ia posting, Prabowo bisa mendapat seribu lebih “like” dan komentar dari para pengguna Facebook. Apa yang dilakukan Prabowo terbukti ampuh sebagai ajang pencitraan politik. Bahkan ucapan “selamat pagi” dari Prabowo saja disebarkan (shared) pula oleh seribu lebih pengguna Facebook.
Jauh-jauh hari sebelum kampanye Pilkada Aceh 2012 bergulir, memang sudah muncul berbagai akun, grup atau fan page kampanye di Facebook. Bahkan tidak sedikit pula ada dua atau lebih grup kampanye dari satu pasangan kontestan. Misalnya saja pasangan Husnan Harun-Teuku Muttaqin (calon Bupati/Wakil Bupati Aceh Utara) punya dua akun kampanye. Bahkan pasangan Teuku Irwan Djohan-Teuku Alamsyah (calon Walikota/Wakil Walikota Banda Aceh) punya tiga grup kampanye dengan jumlah anggota yang bervariasi, mulai dari 10 hingga sekitar 849 pengguna Facebook. Kemudian ada empat fan page kampanye milik kandidat ini. Salah satunya di-“like” oleh sekitar 6364 pengguna Facebook.
Namun banyak dari akun, fan page atau grup kampanye tersebut kini seperti rumah tua yang tak berpenghuni. Ada banyak grup kampanye yang sudah lama tidak aktif. Misalnya grup kampanye yang dibuat oleh tim sukses pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Aceh Utara Fajri M. Kasim dan Muchtar Al-Khutby. Dari hasil searching yang penulis lakukan, hingga 31 Maret 2012, tercatat ada lebih dari sekitar 35 fan page, 39 akun dan 59 grup Facebook yang dimanfaatkan untuk berkampanye. Hingga tanggal tersebut pula, tercatat ada sekitar 65 pasangan kontestan yang tidak berhasil penulis temui akun, fan page atau grup kampanyenya di Facebook –entah tidak berhasil ditemui atau memang kontestan tersebut memang tidak punya akun Facebook untuk berkampanye. Sebagai contoh, misalnya pasangan Muhammad Nur-Zaini Dahlan (calon Bupati/Wakil Bupati Aceh Barat) tidak berhasil ditemui media kampanye Facebook-nya. Baik itu dalam bentuk akun, grup ataupun fan page.
Media kampanye Facebook tentu punya kelebihan dan kekurangannya. Salah satu kelebihan dari berkampanye via Facebook adalah media ini mudah diakses publik luas. Facebook kini sudah menjamur di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kaum menengah ke atas hingga menengah ke bawah sekalipun. Bahkan Facebook juga sudah tidak hanya digunakan oleh orang dewasa saja, bahkan siswa taman kanak-kanak pun sudah akrab dengan jejaring sosial ini. Setiap kandidat tentu dengan mudah bisa berinteraksi dengan banyak orang melalui Facebook. Semakin banyak orang yang diajak berinteraksi, semakin banyak orang yang mengenalnya, maka semakin banyak simpati atau dukungan yang diperoleh. Dan peluang untuk menang semakin besar pula.
Selain sangat efektif dalam “menjangkau” publik luas, media ini juga sangat efisien. Dibandingkan kampanye dengan mengarak massa atau memasang iklan di media cetak, kampanye melalui Facebooktidak menghabiskan biaya yang besar. Apalagi saat ini banyak kontestan yang menyediakan fasilitas internet di markas tim suksesnya. Dari pagi hingga malam, para kontestan atau tim sukses bisa bekerja keras di Facebook. Kalau ada yang lebih murah, buat apa bayar lebih mahal?
Kelebihan lainnya, para tim sukses atau kontestan bisa memaparkan visi dan misi atau program kerja secara terperinci dan jelas kepada publik melalui tulisan-tulisan mereka di Facebook. Visi dan misi yang tertulis di media cetak biasanya hanya sekedar kalimat pendek yang sebenarnya perlu diuraikan secara spesifik agar publik paham dan bisa mengerti apa yang dimaksud dengan visi dan misi tersebut. Selain itu, pengguna Facebook juga bisa menanyakan langsung kalau ada hal yang tidak dimengerti, dan para kontestan harus mau menjelaskannya. Berbagai masukan atau kritikan pun bisa disampaikan secara tertulis.
Kekurangannya, sering sekali terjadi debat kusir di kolom komentar yang di-posting oleh tim sukses atau si kontestan sendiri. Berbagai komentar tak senonoh pun kerap muncul. Padahal yang ditulis adalah hal yang menyangkut masalah visi dan misi atau program kerja. Perdebatan memang adalah hal yang lumrah. Tetapi sering terjadi perdebatan yang tidak menyentuh substansi permasalahan dari tulisan yang di-posting tersebut. Apalagi kalau ternyata yang berdebat adalah tim sukses salah satu kontestan dengan tim sukses dari kontestan yang lain. Alih-alih membahas atau mengkritik visi dan misi atau program kerja, mereka justru sering saling merendahkan, bahkan mencibir lawannya. Debat kusir yang sangat tidak edukatif di Facebook sangat susah dikendalikan.
Namun Facebook sudah terbukti cukup ampuh untuk melakukan pencitraan politik. Banyak politisi, baik yang di dalam maupun di luar negeri, sudah membuktikannya. Sudah saatnya para pihak yang hendak maju sebagai kontestan dalam Pemilu atau Pilkada memanfaatkan media kampanye sehebat Facebook. Ada baiknya kontestan yang akan bersaing dalam Pilkada putaran kedua memaksimalkan mediaFacebook untuk berkampanye.
0 komentar:
Post a Comment