Sejarah menampakkan kenyataan bahwa
hingga saat ini Anarkisme, baik sebagai filsafat sosial maupun sebagai teori
dan praktik politik tidak pernah menyebar secara luas seperti halnya Marxisme
atau Sosialis demokrat. Ada banyak tafsir atas kenyataan ini. Bisa jadi memang
ajaran-ajaran dan teorinya tidak masuk akal dan terlalu mengawang-awang. Atau
mungkin karena taktik pemasarannya yang kurang bagus.
Ada beberapa ajaran dan teori Anarkis
yang mungkin menyumbang keadaan Anarkisme saat ini. Pertama, ajaran bahwa
manusia pada dasarnya baik dan bisa menggalang solidaritas kemanusiaan untuk
kesejahteraan manusia tanpa penindasan oleh sebagiannya. Ini tentu saja membuat
ekonom terbahak. Sebagian besar orang percaya bahwa inti terdalam manusia
adalah homo economicus yang rakus dan selalu mementingkan diri sendiri.
Machiavelli juga bisa terkencing-kencing mendengar teori anarkis tentang
organisasi.
Ajaran lainnya adalah bahwa setiap
manusia lahir bebas setara. Ini juga yang bisa membuat para sosiolog sakit
perut. Kenyataan telah menunjukkan bahwa manusia lahir tidak dalam dan dari
ruang kosong seperti mitos kelahiran para dewa, tetapi dalam suatu struktur dan
organisasi sosial yang sedemikian rupa sehingga menempatkan manusia yang lahir
tersebut pada kedudukan di salah satu tangga hirarki dalam masyarakat. Penyetaraan
bukan kodrat manusia. Manusia selalu butuh pembedaan dan tingkatan-tingkatan.
Bahkan di awal evolusi homo sapiens. Kerangka pikir ini sepertinya menjadi inti
terdalam kerangka menusia memandang realita. Lihat saja epistemologi, dari
Aristoteles hingga Bourdeau: kodrat kesadaran manusia adalah pembedaan dan
penggolongan.
Dari kedua ajaran inilah teori
organisasi tanpa otoritas lahir; teori organisasi anarkis yang menghendaki
organisasi partisipatoris sukarela tanpa pelanggengan otoritas secara formal yang
ditentukan ‘dari luar’. Bagaimana mungkin organisasi demikian bisa terbentuk
sedangkan setiap orang punya kecenderungan untuk menguasai orang lain, baik
dengan cara yang kasar maupun lewat penguasan halus. Selain itu, para penentang
teori anarkis ini, menyatakan bahwa tidak semua manusia memiliki kemampuan
sedemikian rupa sehingga bisa membentuk sebuah organisasi secara sukarela dan
partisipatoris langsung. Perlu adanya sebagian kecil ‘pemikir’ yang dijuluki
intelektual yang memiliki pengetahuan lebih dari sebagian besar orang untuk
mengorganisasi orang lain mencapai tujuannya.
Sistem ekonomi atau organisasi
partisipatoris yang diajukan anarkis tampaknya terlalu menyederhanakan
kenyataan dan persoalan yang ada. Nyatanya kehidupan sosial begitu rumit, struktur-struktur
sosial yang menata kehidupan orang pun saling tumpang tindih dalam kehidupan
sehari-hari dengan kecenderungan individual dengan segala kepentingannya.
Bagaimana demokrasi partisipatoris dilakukan sebenar-benarnya dalam masyarakat
dengan jumlah penduduk jutaan? Bagaimana juga menjamin keberadaan kolektif
produksi dan konsumsi tidak menciptakan ‘pemegang’ otoritas atau tirani baru?
Bagaimana dengan kian kompleksnya kebutuhan (dan pembutuhan) akan barang dan
jasa konsumsi serta pola hidup masyarakat bisa membangun masyarakat yang
otonomi?
0 komentar:
Post a Comment