Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Saturday, June 9, 2012

Watak Politisi Negeri ini

Sistem kamasyarakatan sudah rusak akibat prilaku politisi, diibaratkan: kolam ikan yang airnya kotor. Dengan demikian, kalau ada seorang politisi yang tertangkap karena kasus korupsi, masalah ini hanyalah sebuah kesialan. Secara etika politik, seorang politisi yang melakukan tindakan memperkaya diri secara tidak jujur dengan mengabaikan kepentingan rakyat akan merusak karakter bangsa.
Filosof Immanuel Kant pernah menyindir watak politisi dimetaforakan sebagai merpati dan ular. Politisi berwatak merpati digambarkan penuh dengan kelembutan dalam memperjuangkan idealisme untuk kepentingan rakyat. Namun sebaliknya, politisi berwatak ular mempunyai sifat licik yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan partainya, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati. 
Ironisnya, dalam realitas politik yang sering terjadi pada seorang politisi justru sisi ular bukan merpati-nya. Metafora Kant yang normatif dan simbolik sudah menjadi rahasia umum di negeri ini, ketika kita berbicara masalah etika politik politisi. 
Politisi berwatak ular memaknai politik sebagai kekuasaan yang serba elitis daripada kekuasaan berwajah populis untuk mensejahterakan rakyat. Kekuasaan diraih dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana dikembangkan Machiavelli yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. 
Oleh sebab itu, dalam praktik ketatanegaraan diperlukan aturan legal formal berupa konstitusi dan legal informal berupa etik bagi politisi untuk membatasi, meregulasi, melarang, dan memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang harus dijauhi.
Namun, akibat kuatnya watak ular dari para politisi mengakibatkan telah terjadi penghianatan yang dilakukan oleh para politisi terhadap rakyat. Keteladanan dari politisi sulit dimunculkan akibat dari para politisi yang tidak jujur terhadap dirinya sendiri dan rakyatnya. Semuanya bersembunyi di balik kelicikan para politisi yang berwatak ular dengan menciptakan sistem sebagai alat pembenaran terhadap semua tindakannya, walaupun bertentangan dengan etik yang ada di masyarakat. 
Kita bisa melihat realitas ini di dalam rapat perlemen, para politisi selalu berbicara atas nama rakyat yang berjuang untuk kepentingan rakyat, namun sesungguhnya para politisi hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dan partainya. Banyak kasus yang menunjukkan bagaimana tingkah laku dari politisi yang menilap dana APBN yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat digunakan untuk kepentingan pribadi dan partainya. 
Oleh karena itu, para politis seharusnya belajar dari kesederhanaan dari seorang pendiri negeri ini yang berwatak merpati, seorang negarawan Moh Hatta yang  menjabat sebagi wakil presiden pertama di negeri ini yang tidak mampu membeli sepatu impiannya hingga di akhir hayatnya.

Watak Politisi Negeri ini Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment