Di dalam Islam,
proses pembelajaran pertama kali dikaitkan bukan dengan alam dan lingkungan
masyarakat, tetapi dengan Alloh Maha Pencipta. Sebagaimana bunyi wahyu pertama
yang turun kepada nabi Muhammad saw, yang artinya : “ Bacalah (Wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang Maha mencipta. Ia mencipta manusia dari segumpal
darah. Bacalah atas nama Tuhanmu yang mulia. Yang mengajarkan manusia dari
apa-apa yang belum diketahuinya “ ( QS. Al’Alaq : 1-5 ). Karena itulah dalam
konteks Islam, ketika kata pendidikan dan pengajaran dinisbahkan dengan obyek
apapun, ia haruslah untuk tujuan kesucian itu sendiri. Ia harus untuk tujuan
pemuliaan agama. Termasuk ketika pendidikan tersebut dikaitkan dengan politik.
Hasan Langgulung (1986) mendefinisikan pendidikan dari aspek Islam adalah
segala usaha untuk membentuk watak manusia sebagai khalifah di bumi. Maka jika
kita menggunakan defenisi ini’ pendidikan politik dalam Islam, adalah dalam
rangka untuk mensukseskan manusia dalam fungsinya sebagai khalifah Alloh di
muka bumi ini.
Defenisi
kekuasaan yang erat dengan politik’ dalam Islam dilakukan untuk tujuan iabadah
daiatas, sejalan dengan apa yang diungkapkan Khalifah Utsman bin Affan,
ketika ia memuliakan peran penguasa yang dengannya rakyat bisa dipaksa untuk
patuh kepada Al-Qur’an. “ sesungguhnya Alloh dapat mencegah (pelanggaran
manusia) dengan perantaraan penguasa, apa yang tak dapat dicegahnya dengan
peringatan Al-qur’an”.
Jika demikian
halnya maka pendidikan politik dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan
pendidikan integralitas Isalam itu sendiri. Sebagaimana aspek apapun dalam
hidup (termasuk politik) telah menjadi bagian integral dari Islam. Pendidkan
politik mestilah terkait erat dengan pembentuakan aqidah, pemahaman
syariah, mu’amalah’ akhlaq sebagai hamba Alloh, yang mempunyai tangung
jawab untuk membangunkan diri’ keluarga’ masyarakat’ negara’ dunia dan jagad
raya, kearah mencapai kebaikan (al-falah) di dunia’ kesejahteraan abadi dan
mendapatkan keridhoan Alloh di akhirat.
0 komentar:
Post a Comment