Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Thursday, June 14, 2012

MAFIA REPUBLIK


Kata "mafia", kelihatan nya sudah mulai akrab dalam kehidupan bangsa kita. Kini, kata mafia sudah bukan lagi monopoli mereka yang gandrung nonton film detektif atau perang antar geng, namun mereka yang rajin nonton televisi pun, hampir setiap hari disuguhi oleh berita-berita yang terkait dengan istilah "markus" alias "mafia kasus".
Wilayah masalah nya tampak semakin melebar, setelah Komjenpol Susno Duadji menuding ada nya "mafia pajak". Bahkan Presiden Sby sendiri meminta kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk melakukan penelaahan yang seksama terhadap ada nya dugaan "mafia hutan".
Tidak tertutup kemungkinan, di masa-masa mendatang, kita akan dihadapkan juga pada mafia-mafia yang lain nya. Termasuk juga di dalam nya soal "mafia pupuk" yang ditengarai sudah menjadi sebuah benang kusut dan sangat sukar untuk diberantas. Mafia pupuk rupanya sudah bukan isu baru dalam kehidupan masyarakat tani.
Walau modus operandi nya sedikit berbeda dengan "mafia pajak", namun secara umum dapat saja dikemukakan bahwa mafia pupuk pun merupakan hal yang tidak kita harapkan melestari di negeri ini. Masalah menahun yang dihadapi, dimana setiap musim tanam tiba para petani selalu kesulitan memperoleh pupuk, tentu saja tidak terlepas dari ulah dan tingkah polah para mafia pupuk yang selama ini memang selalu memanfaatkan kesempatan di atas kesempitan.
Lebih parah lagi, ternyata di beberapa daerah terekam bahwa Komisi Pupuk dan Pestisida pun seperti nya tak berdaya. Padahal, kehadiran dan keberadaan Komisi ini diharapkan mampu melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap masalah-masalah yang terkait dengan ketersediaan dan distribusi dari pupuk bersubsidi.
Kemudian marak juga yang dikenali sebagai "mafia tanah". Hampir dalam setiap pembebasan tanah yang bakal digunakan untuk jalan tol misal nya, kita seringkali dihadapkan pada masalah yang itu-itu saja. Ganti rugi tanah yang tidak sesuai dengan harga yang dipatok Pemerintah. Muncul nya "juragan" tanah baru.
Bahkan tidak menutup peluang ada peran-serta dari oknum Pemerintah yang sudah mengetahui lokasi-lokasi mana saja yang nanti nya akan dilalui oleh pembangunan jalan tol tersebut. Lalu ada juga yang disebut dengan "mafia beras". Muncul pula istilah "mafia proyek". Bahkan sekedar mencari bibit-bibit unggul para atlet pun, tersiar kabar harus melewati sebuah mafia tertentu. Benar-benar mengenaskan, bukan ? Pertanyaan nya adalah apakah benar negeri dan bangsa ini sudah digerogoti oleh "dunia mafia" ?
Bila kita selami lebih jauh terkait "mafia pupuk" misal nya, maka sebagai komoditi yang diawasi, pupuk memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan, khusus nya di kalangan masyarakat tani. Penemuan pupuk sebagai teknologi yang menjadi kekuatan berlangsung nya "revolusi hijau", jelas merubah gairah petani dalam berbudidaya pertanian. Dengan pupuk inilah, lonjakan produksi padi dapat dicapai.
Akibat nya wajar, kalau pemupukan yang baik pun menjadi salah satu unsur penopang Panca Usaha Tani, disamping tersedia nya bibit unggul, sarana irigasi, pemberantasan hama dan penyakit tanaman serta ada nya penyuluhan pertanian yang memadai. Bahkan beberapa kalangan berpendapat : "tanpa pupuk, maka tak ada swasembada beras".
Namun demikian, sudah dalam beberapa tahun terakhir ini, para petani seringkali "dihebohkan" oleh masalah pupuk ini. Salah satu nya adalah kondisi "kelangkaan pupuk" tatkala musim tanam tiba. Petani terkadang tak bisa mengerti, mengapa suasana seperti ini, seolah-olah tidak mampu diselesaikan. Padahal berbagai model distribusi telah diuji-cobakan, mulai dengan yang disebut sistem terbuka atau bahkan sistem tertutup.
Lalu, dimana letak masalah pokok nya ? Bukankah melalui mekanisme Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang penanganan nya dilakukan oleh KTNA, telah teridentifikasi berapa jumlah pupuk yang dibutuhkan petani ? Bukankah dengan sistem distribusi tertutup kita dapat melakukan pengukuran kinerja yang lebih terukur dan terstruktur, mulai dari pabrikan, distributor, pengecer dan petani ? Tapi, kenapa hampir setiap musim tanam, kita selalu mendengar khabar tentang kelangkaan pupuk bersubsidi ?
Aneh tapi nyata. Begitulah kenyataan yang harus kita hadapi. Jeritan petani yang menyayat hati, seringkali tidak pernah terpuaskan oleh kebijakan-kebijakan yang ditempuh Pemerintah. Dari kondisi seperti inilah kemudian muncul pandangan bahwa terjadi nya penyakit menahun terkait pupuk bersubsidi, salah satu penyebab nya dikarenakan adanya "mafia pupuk" yang ikut mempengaruhi terjadi nya kelangkaan pupuk di masyarakat. Kita boleh setuju atau pun tidak dengan penegasan yang semacam ini. Kita berhak pula untuk secara tegas menyatakan bahwa di negeri ini tidak ada yang disebut dengan mafia pupuk. Namun, kita juga tidak dilarang jika ingin berpendapat bahwa di sekitar kita memang ada yang dikatakan "mafia pupuk".
"Mafia pupuk" boleh jadi tidak seheboh "markus". Jurus untuk melawan nya, tentu tidak bakal serumit Pemerintah menangani mafia kasus pajak misal nya. Andai "mafia pupuk" diungkap, tentu tidak bakal seramai ketika Susno Duaji menuding ada nya "mafia kasus" di tubuh Polri. Korban nya, pasti tidak akan terlampau banyak melibatkan orang penting dan punya jabatan.
Cara yang ditempuh, bisa jadi akan lebih sederhana. Dan rangkaian nya pun sebetul nya sudah dapat diprediksikan. Inti masalah nya adalah adakah keseriusan untuk mengungkapkan kasus ini kepada publik secara transparan dan akuntabel ? Adakah diantara kita yang nurani nya tersayat ketika mendengar banyak petani yang kesulitan memperoleh pupuk ketika musim tanam tiba ? Adakah diantara kita yang trenyuh melihat harga pupuk yang tiba-tiba melonjak tinggi, karena memanfaatkan suasana "panic buying" di kalangan petani ? Nah, kalau saja kita benar-benar ingin melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap petani, maka salah satu solusi nya adalah tuntaskan masalah ini, dan jika diasumsikan ada, tentu nya "mafia pupuk" penting diungkap seluas-luas nya.
Mafia pupuk, hanyalah sebagian kecil dari segudang mafia kehidupan yang sekarang ini sedang tumbuh marak di negeri ini. Di luar itu, tentu masih banyak jenis mafia lain yang dapat kita dalami lebih lanjut. Bergentayangan nya para mafia di berbagai bidang kehidupan, sudah waktu nya kita cermati. Kita sangat tidak ikhlas jika negeri ini menjadi "republik mafia". Kita ingin agar Presiden Sby pun terusik hati nya dan mampu membaca inti persoalan nya secara jernih. Bagi kita, Presiden Sby tidak cukup hanya dengan memberi "pekerjaan rumah" kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum semata. Justru akan lebih elegan jika dalam rangka "memerangi mafia" di negeri ini, Presiden Sby sendiri yang membawa "samurai" nya. Bila ini dilakukan, Insya Allah kita akan terbebas dari negara mafia. Tapi jika tidak, maka mafia-mafia akan semakin bergentayangan sesuai dengan kepentingan masing-masing. 

MAFIA REPUBLIK Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment