Kata
"mafia", kelihatan nya sudah mulai akrab dalam kehidupan bangsa kita.
Kini, kata mafia sudah bukan lagi monopoli mereka yang gandrung nonton film
detektif atau perang antar geng, namun mereka yang rajin nonton televisi pun,
hampir setiap hari disuguhi oleh berita-berita yang terkait dengan istilah
"markus" alias "mafia kasus".
Wilayah masalah
nya tampak semakin melebar, setelah Komjenpol Susno Duadji menuding ada nya
"mafia pajak". Bahkan Presiden Sby sendiri meminta kepada Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum untuk melakukan penelaahan yang seksama terhadap ada
nya dugaan "mafia hutan".
Tidak tertutup
kemungkinan, di masa-masa mendatang, kita akan dihadapkan juga pada mafia-mafia
yang lain nya. Termasuk juga di dalam nya soal "mafia pupuk" yang
ditengarai sudah menjadi sebuah benang kusut dan sangat sukar untuk diberantas.
Mafia pupuk rupanya sudah bukan isu baru dalam kehidupan masyarakat tani.
Walau modus
operandi nya sedikit berbeda dengan "mafia pajak", namun secara umum
dapat saja dikemukakan bahwa mafia pupuk pun merupakan hal yang tidak kita
harapkan melestari di negeri ini. Masalah menahun yang dihadapi, dimana setiap
musim tanam tiba para petani selalu kesulitan memperoleh pupuk, tentu saja
tidak terlepas dari ulah dan tingkah polah para mafia pupuk yang selama ini
memang selalu memanfaatkan kesempatan di atas kesempitan.
Lebih parah
lagi, ternyata di beberapa daerah terekam bahwa Komisi Pupuk dan Pestisida pun
seperti nya tak berdaya. Padahal, kehadiran dan keberadaan Komisi ini
diharapkan mampu melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap masalah-masalah
yang terkait dengan ketersediaan dan distribusi dari pupuk bersubsidi.
Kemudian marak
juga yang dikenali sebagai "mafia tanah". Hampir dalam setiap
pembebasan tanah yang bakal digunakan untuk jalan tol misal nya, kita
seringkali dihadapkan pada masalah yang itu-itu saja. Ganti rugi tanah yang
tidak sesuai dengan harga yang dipatok Pemerintah. Muncul nya
"juragan" tanah baru.
Bahkan tidak
menutup peluang ada peran-serta dari oknum Pemerintah yang sudah mengetahui
lokasi-lokasi mana saja yang nanti nya akan dilalui oleh pembangunan jalan tol
tersebut. Lalu ada juga yang disebut dengan "mafia beras". Muncul
pula istilah "mafia proyek". Bahkan sekedar mencari bibit-bibit
unggul para atlet pun, tersiar kabar harus melewati sebuah mafia tertentu.
Benar-benar mengenaskan, bukan ? Pertanyaan nya adalah apakah benar negeri dan
bangsa ini sudah digerogoti oleh "dunia mafia" ?
Bila kita selami
lebih jauh terkait "mafia pupuk" misal nya, maka sebagai komoditi
yang diawasi, pupuk memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan, khusus nya di
kalangan masyarakat tani. Penemuan pupuk sebagai teknologi yang menjadi
kekuatan berlangsung nya "revolusi hijau", jelas merubah gairah
petani dalam berbudidaya pertanian. Dengan pupuk inilah, lonjakan produksi padi
dapat dicapai.
Akibat nya
wajar, kalau pemupukan yang baik pun menjadi salah satu unsur penopang Panca
Usaha Tani, disamping tersedia nya bibit unggul, sarana irigasi, pemberantasan
hama dan penyakit tanaman serta ada nya penyuluhan pertanian yang memadai.
Bahkan beberapa kalangan berpendapat : "tanpa pupuk, maka tak ada
swasembada beras".
Namun demikian,
sudah dalam beberapa tahun terakhir ini, para petani seringkali "dihebohkan"
oleh masalah pupuk ini. Salah satu nya adalah kondisi "kelangkaan
pupuk" tatkala musim tanam tiba. Petani terkadang tak bisa mengerti,
mengapa suasana seperti ini, seolah-olah tidak mampu diselesaikan. Padahal
berbagai model distribusi telah diuji-cobakan, mulai dengan yang disebut sistem
terbuka atau bahkan sistem tertutup.
Lalu, dimana
letak masalah pokok nya ? Bukankah melalui mekanisme Rencana Defenitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang penanganan nya dilakukan oleh KTNA, telah
teridentifikasi berapa jumlah pupuk yang dibutuhkan petani ? Bukankah dengan
sistem distribusi tertutup kita dapat melakukan pengukuran kinerja yang lebih
terukur dan terstruktur, mulai dari pabrikan, distributor, pengecer dan petani
? Tapi, kenapa hampir setiap musim tanam, kita selalu mendengar khabar tentang
kelangkaan pupuk bersubsidi ?
Aneh tapi nyata.
Begitulah kenyataan yang harus kita hadapi. Jeritan petani yang menyayat hati,
seringkali tidak pernah terpuaskan oleh kebijakan-kebijakan yang ditempuh
Pemerintah. Dari kondisi seperti inilah kemudian muncul pandangan bahwa terjadi
nya penyakit menahun terkait pupuk bersubsidi, salah satu penyebab nya
dikarenakan adanya "mafia pupuk" yang ikut mempengaruhi terjadi nya
kelangkaan pupuk di masyarakat. Kita boleh setuju atau pun tidak dengan
penegasan yang semacam ini. Kita berhak pula untuk secara tegas menyatakan
bahwa di negeri ini tidak ada yang disebut dengan mafia pupuk. Namun, kita juga
tidak dilarang jika ingin berpendapat bahwa di sekitar kita memang ada yang dikatakan
"mafia pupuk".
"Mafia
pupuk" boleh jadi tidak seheboh "markus". Jurus untuk melawan
nya, tentu tidak bakal serumit Pemerintah menangani mafia kasus pajak misal
nya. Andai "mafia pupuk" diungkap, tentu tidak bakal seramai ketika
Susno Duaji menuding ada nya "mafia kasus" di tubuh Polri. Korban
nya, pasti tidak akan terlampau banyak melibatkan orang penting dan punya
jabatan.
Cara yang
ditempuh, bisa jadi akan lebih sederhana. Dan rangkaian nya pun sebetul nya
sudah dapat diprediksikan. Inti masalah nya adalah adakah keseriusan untuk
mengungkapkan kasus ini kepada publik secara transparan dan akuntabel ? Adakah
diantara kita yang nurani nya tersayat ketika mendengar banyak petani yang
kesulitan memperoleh pupuk ketika musim tanam tiba ? Adakah diantara kita yang
trenyuh melihat harga pupuk yang tiba-tiba melonjak tinggi, karena memanfaatkan
suasana "panic buying" di kalangan petani ? Nah, kalau saja kita
benar-benar ingin melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap petani, maka
salah satu solusi nya adalah tuntaskan masalah ini, dan jika diasumsikan ada,
tentu nya "mafia pupuk" penting diungkap seluas-luas nya.
Mafia pupuk,
hanyalah sebagian kecil dari segudang mafia kehidupan yang sekarang ini sedang
tumbuh marak di negeri ini. Di luar itu, tentu masih banyak jenis mafia lain
yang dapat kita dalami lebih lanjut. Bergentayangan nya para mafia di berbagai
bidang kehidupan, sudah waktu nya kita cermati. Kita sangat tidak ikhlas jika
negeri ini menjadi "republik mafia". Kita ingin agar Presiden Sby pun
terusik hati nya dan mampu membaca inti persoalan nya secara jernih. Bagi kita,
Presiden Sby tidak cukup hanya dengan memberi "pekerjaan rumah"
kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum semata. Justru akan lebih elegan jika
dalam rangka "memerangi mafia" di negeri ini, Presiden Sby sendiri
yang membawa "samurai" nya. Bila ini dilakukan, Insya Allah kita akan
terbebas dari negara mafia. Tapi jika tidak, maka mafia-mafia akan semakin
bergentayangan sesuai dengan kepentingan masing-masing.
0 komentar:
Post a Comment