Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Thursday, May 3, 2012

KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER


Pembicaraan mengenai masalah gender sangat menarik untuk dijadikan bahan diskusi baik secara formal maupun secara santai dalam perbincangan di warung-warung kopi, namun dari banyak perbincangan menyangkut gender tersebut entah secara kebetulan atau tidak ternyata masih banyak yang belum paham secara tepat apa sebenarnya gender tersebut, secara sempit gender hanya dimaknai sebatas masalah jenis kelamin saja. Interpretasi semacam inilah yang tumbuh subur di pikiran sebagian besar masyarakat, sehingga konsep tentang gender yang sejatinya sangat humanis menjadi terpinggirkan oleh isu-isu sempit yang hanya sebatas masalah dikotomi dunia laki-laki dan perempuan.
Hal pertama yang mungkin penting untuk diketahui sebelum membahas masalah gender lebih jauh, adalah mengenali lebih dahulu definisi yang paling umum tentang gender. Gender dalam hal ini merupakan produk konstruksi sosial dan budaya yang berhubungan dengan kedudukan dan kebutuhan baik laki-laki maupun perempuan, (Fakih 1996, via vitayala 2010)., kutipan definisi gender ini memang bukanlah pemahaman yang paling umum dari definisi gender , namun secara garis besar ini dapat menarik sebuah konsep gender yang dipahami sebagai konsep yang menyeimbangkan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian gender murni sebagai hasil konstruksi nilai-nilai dominan yang tumbuh dalam masyarakat. Namun terkadang sering dijumpai bentuk-bentuk tindakan yang lebih condong pada salah satu jenis seks saja, sebagai contoh adalah munculnya anggapan bahwa perempuan hanya bisa bekerja pada ranah domestik saja (sebagai ibu rumah tangga). Labelisasi yang menganggap perempuan hanya dapat bekerja di ranah domestik saja ini adalah tindakan yang dapat membatasi ruang gerak perempuan dalam mengembangkan potensinya di ranah publik, domestifikasi ini seakan membawa perempuan  terpinggirkan dalam mengembangkan potensinya bahwa mereka juga mampu berkarya dan berprestasi. Namun anggapan ini juga sekarang mulai hilang tergerus oleh jaman, tetapi belum sepenuhnya mampu dipahami sebagai bentuk penyetaraan gender.
Dalam mendalami studi mengenai gender ada beberapa definisi awal yang mungkin sebaiknya kita ketahui lebih dahulu selain definisi gender itu sendiri. Pertama perspektif gender, yaitu suatu konsep yang dipergunakan untuk membedakan segala sesuatu yang bersifat normatif dan biologis dan sesuatu yang merupakan produk sosio budaya dalam bentuk kesepakatan dan fleksibilitas sosial yang dapat ditransformasikan, sehingga ini menjelma sebagai sebuah sudut pandang dalam memandang segala gejala sosio kultural.
Kedua, Analisis peran gender, yaitu sebuah pengkajian sistematik tentang peran, relasi sosial dan prosesnya yang difokuskan pada ketidak setaraan dalam kekuasaan, kekayaan, dan beban kerja antara laki-laki dan perempuan dalam keseluruhan pranata kehidupan masyarakat, yang menjadi titik berat disini adalah bahwa perempuan tidak selalu menjadi obyek penderita akibat ketidak seimbangan peran antara laki-laki dan perempuan, seorang laki-laki maskulin sekalipun bisa mengalami diskriminasi dalam kehidupan sosio-kultural, meskipun ini sangat jarang terjadi.
Ketiga, gender differences, yaitu kumpulan-kumpulan perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik,perilaku, penampilan, harapan, peranan dan lain sebagainya yang dirumuskan untuk perseorangan menurut ketentuan kelahiran (jenis kelamin).
Human Development Report yang dirilis oleh UNDP tahun 1995 menyebutkan setidaknya ada tiga patokan yang dipakai untuk mengukur suksesnya program pembangunan yang dilaksanakan sebuah negara, ketiga parameter tersebut tergolong unik mengingat bahwa perspektif yang dipakai adalah keberadaan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Parameter pertama adalah Human Development Index (HDI) atau indeks pembangunan manusia, yang terfokus pada tiga dimensi ukuran pembangunan manusia yaitu usia panjang dan hidup sehat, terdidik, dan memiliki kehidupan yang layak. Dimensi tersebut mengkombinasikan indeks harapan hidup, bersekolah, buta aksara dan pendapatan.
Para meter Kedua adalah Gender-related Development index (GDI), ukuran ini menitik beratkan perhitungan pada ketidak seimbangan peran serta pencapaian prestasi antara laki-laki dan perempuan
Parameter Ketiga adalah Gender Empowerment Measure (GEM) ini mengevaluasi peran perempuan dan laki-laki dalam ranah yang jauh lebih spesifik dan profesional, parameter ini lebih menitik beratkan pada peranan perempuan pada forum ekonomi dan politik internasional.
Ketiga Indeks tersebut, yaitu HDI, GDI, dan GEM telah dipakai secara global untuk mengevaluasi kualitas hidup manusia di sebuah negara, termasuk di Indonesia yang diterbitkan secara annual oleh BPS dan Bappenas yang bekerjasama denga UNDP dalam bentuk Human Development Report (HDR) yang menunjukkan kapabilitas, kesetaraan atau ketidak setaraan peluang perempuan dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik terhadap laki-laki. Mengapa peran dan kepentingan laki-laki juga ikut dihitung dalam dua indeks ini ? tentu saja laki-laki juga menjadi bagian penting dalam pembicaraan masalah gender, karena inilah yang perlu digaris bawahi bahwa gender bukan melulu soal perempuan, atau dengan kata lain adalah interpretasi yang kurang tepat jika menganggap gender hanya sebagai masalah jenis kelamin dan seks semata, karena dengan konsep yang tepat kita akan menemui fakta bahwa konsep kesetaraan gender adalah sebuah konsep yang sangat humanis, dan jika berbicara humanis pastilah dapat mengadaptasi nilai-nilai agamis di masyarakat khususnya mayoritas muslim di Indonesia. Pemahaman dan persepsi tentang gender yang keliru dan semakin bias, gender yang pada hakekatnya diartikan sebagai perbedaan sifat, peranan , fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosio-budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas, terjadi semacam eksklusivisme bagi perempuan dan inclusivisme bagi gender laki-laki, dan kondisi seperti inilah yang justru mendorong munculnya ketidak adilan dan ketidak setaraan gender di masyarakat.
Merespon hal-hal tersebut diperlukan sebuah mainstream bukan hanya mainstream perempuan tapi mengenai pengarus utamaan gender (gender mainstream) yang didefinisikan sebagai sebuah upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang menyebabkan tidak tercapainya kesetaraan dan keadilan gender akibat dari adanya marginalisasi perempuan, adanya stereotype yang keliru mengenai perempuan subordinasi, kekerasan dan beban ganda yang dipikul oleh perempuan.

KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment