Dalam menilai kesejahteraan
petani, Pemerintah mengunakan variabel Nilai Tukar Petani (NTP). NTP dapat
menjelaskan posisi kesejahteraan petani dilihat dari sisi pendapatan, yaitu
perbandingan antara pengeluaran dan penerimaan petani. Pengeluaran petani
terdiri atas pengeluaran konsumsi, biaya produksi dan barang modal, sedangkan
penerimaan petani bersumber dari tanaman bahan makanan. Semakin tinggi NTP maka
semakin tinggi kemampuan ekonomi petani dan semakin tinggi pula tingkat
kesejahteraannya.
Berdasarkan NTP-nya maka pada
umum kondisi petani sangat memprihatinkan hal ini terjadi karena :
- Sistem pertanian belum berkembang sebagai sistem agribisnis yang terpadu;
- Kebijakan industri yang substitusi impor menyebabkan harga-harga produk industri yang dikonsumsi oleh petani menjadi mahal;
- Belum adanya proteksi harga dan pemberian subsidi bagi petani;
Rendahnya produktivitas pertanian
ini juga didukung oleh kekurangan prasarana pertanian, cara bercocok tanam yang
digunakan sangat tradisional, input modern yang digunakan sangat terbatas,
tingkat pendidikan dan pengetahuan para petani sangat rendah, terdapatnya
beberapa faktor sosial budaya yang mengurangi kegairahan petani untuk menaikan
produktivitas, dan petani tidak mempunyai kemampuan untuk membeli sendiri input
pertanian yang diperlukan.
Di samping itu hambatan juga terjadi secara
institusional, faktor-faktor yang bersifat institusional yang acapkali
menghambat inovasi antara lain meluasnya
sistem penyewaan tanah dimana petani-petani hanya mendapatkan sebagian saja
dari hasil tanaman mereka, terdapatnya tengkulak-tengkulak yang membeli hasil
produksi petani secara mengijon yaitu membeli hasil tersebut jauh sebelum panen
dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar, terdapatnya sistem
pemasaran hasil-hasil pertanian yang sangat dikuasai oleh pedagang perantara,
dan adanya kesukaran untuk memperoleh pinjaman modal bagi membiayai penanaman
modal di bidang pertanian tradisional.
Pengembangan kegiatan pertanian
juga tidak terlepas dari permasalahan dualime pengelolaan. Menurut Higgins dan Myint terdapat dualisme teknologi, adalah
suatu keadaan dimana di dalam suatu bidang kegiatan ekonomi tertentu digunakan
teknik memproduksi dan organisasi produksi yang sangat berbeda sekali coraknya
dan mengakibatkan perbedaan yang besar sekali dalam tingkat produktivitasnya.
Kegiatan-kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor yang lebih maju atau
modern terutama terdapat dalam bidang industri minyak, pertambangan, perkebunan
yang diusahakan secara besar-besaran, industri-industri dalam subsektor
industri pengolahan, kegiatan pengangkutan modern, sistem bank dan badan-badan
keuangan lainnya, dan berbagai jenis kegiatan jasa modern (perdagangan modern
dan perhotelan), sedangkan kegiatan ekonomi yang teknologinya rendah yang
menyebabkan produktivitas rendah adalah kegiatan-kegiatan di sektor pertanian
bahan makanan, pertanian barang eksport yang diorganisasi dan diusahakan
berdasarkan kepada cara bercocok tanam yang tradisional, industri rumah tangga,
dan berbagai jenis jasa-jasa yang terutama memberikan layanan kepada
kegiatan-kegiatan di sektor-sektor tradisional.
Menurut Myint
di samping dualisme teknologi juga terdapat dualisme finansial. Pengertian ini
digunakan untuk menyatakan bahwa pasar uang di negara berkembang dapat
dipisahkan ke dalam dua golongan yaitu :
- Pasar uang yang memiliki organisasi sempurna;
- Pasar uang yang tidak terorganisasi sama sekali;
Sedangkan pasar uang yang tidak
terorganisasi atau pasar uang yang tidak berbentuk institusional terdiri dari
tuan-tuan tanah, ceti-ceti desa, pedagang-pedagang perantara, pemilik warung
dalam daerah pertanian. Apabila seorang petani memerlukan dana unutk membiayai
belanjanya sehari-hari atau untuk menyediakan modal kerja bagi kegiatan
berproduksi, mereka merupakan sumber-sumber utama dari dana tersebut. Salah satu
ciri terpenting adalah bunga yang
diberikan cukup tinggi.
Terdapat pula permasalahan
dualisme regional, yaitu ketidakseimbangan di antara tingkat pembangunan di
berbagai daerah dalam suatu negara. Dualisme regional yang terdapat
dinegara-negara berkembang dapat dibedakan dalam dua jenis:
- Dualisme diantara kota-kota dengan daerah perdesaan;
- Dualisme di antara pusat negara dan beberapa daerah industri dan perdagangan dengan daerah-daerah lain dalam perekonomian tersebut;
Kedua jenis dualisme tersebut terutama
timbul sebagai akibat dari penanaman modal dan pembangunan yang tidak seimbang
di antara kota-kota dan daerah-daerah pertanian, ketidakseimbangan dalam
kegiatan pembangunan tersebut menyebabkan jurang diantara kota-kota dan
perdesaan semakin besar.
Ketersediaan modal menjadi faktor
penting dalam mendukung kegiatan pertanian. Di negara-negara sedang berkembang
terbatasnya dana modal dan tabungan masyarakat merupakan penghambat dalam
menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat, pendapatan masyarakat yang rendah
dan terbatasnya sektor modern menyebabkan kesulitan dalam mengumpulkan dana
yang berasal dari pajak, sehingga terciptanya lingkaran kemiskinan. Menurut Meier dan Baldwin dinegara-negara berkembang kekayaan
alam belum sepenuhnya diusahakan dan dikembangkan karena tingkat pendidikan
masyarakat masih relatif rendah, karena kurangnya tenaga ahli, dan karena
terbatasnya mobilitas dan sumber-sumber daya. Secara umum lingkaran kemiskinan
terjadi karena :
- Ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup;
- Kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman modal;
- Tarah pendidikan, pengetahuan dan kemahiran masyarakat relatif rendah;
0 komentar:
Post a Comment