Seharusnya
peningkatan status ekonomi yang dinyatakan membaik tiap tiap tahun harus
diimbangi peningkatan kecerdasan sosial. Jika daya ekonomi menguat sementara
kecerdasan tetap jongkok maka bagaikan manusia yang tidak pernah mampu memakai
wc duduk. Status kecerdasan akan tetap rendah sehingga mudah sekali terjerumus
kepada satu penyakit yang disebarkan oleh pemegag ekonomi global dari negeri
paman Sam yakni “hedonis – konsumtif”.
Kekawatiran itu
sudah dilontarkan almarhum proklamator Sukarno melalui pidato pidatonya yang
mengemukakan keburukan kapitalisme yang punya sifat terburuk yakni menganggap
manusia adalah konsumen. Manusia adalah makluk pemakan produksi apapun yang
dibuat para kapitalis yang memang memiliki sifat suka kerja keras dan sangat
hemat. Sementara para konsumen dipeliharana diajari untuk menusia pembelanja
yang hebat. Seolah olah dengan keyakinan “emo ergo sum” (saya belanja maka saya
ada), maka kebahagiaan bisa didapatkan. Padahal selama nasfu menjadi sebuah
pertumbuhan yang terus menerus smeakin besar maka bukan kebahagiaan yang
didapat namun justru mudah stres, gelisah dikejar kejar utang yang harus
dibayar tiap bulan yang jika mangkir akan didatangi penagih hutang yang sering
bertampang dan berlogat biacara kasar mengancam.
Betapa mudahnya
sekarang orang bikin kartu kredit yang berbahaya menjadi penjerat hidup.Segala
barang bisa dibeli dengan system kredit. Terasa enak menggesek saja untuk
memenuhi hasrat atau nafsunya terhadap benda benda duniawi. Tanpa disadari
hidup para penghuni kelas menengah Indonesia yang meingkat tajam jumlahnya
sebenarnya secara vertikal merangkak tanpa pijakan nilai nilai kehidupan yang
cerah. Maka mereka justru menjadi kelas menengah yang kritis karena akan mudah
menjadi miskin ketika krisis ekonomi datang.
Banyak contoh
berseliwern betapa tidak cerdasnya kelas menengah yang sedang dibangun para
globalis dunia. Adakah para globalis menawarkan bea siswa pendidikan bagi
pencerdasan bangsa? Rasanya itu mustahil sebab itu akan menyulitkan mereka
sendiri. Beasiswa akan diberikan dengan memilih anak anak muda yang lahir dari
kalangan atas atau kaum pedagang besar sehingga setelah selesai kuliahnya akan
pulang membawa lisensi perusahaan dan membuka usaha menjadi cabang saja. Bukan
menjadi seorang pekerja ulet yang mampu membuka usaha murni hasil karya sendiri
sehingga tidak harus bergantung ke negeri luar atau sponsornya. Untuk itu
mereka mempengaruhi sedemikian rupa sehingga sekolah di negeri ini terus mahal
agar orang miskin tidak bisa sekolah dan kebodohannya tetap bisa dipelihara.
Inilah yang ku
maksud dengan tragedi kultur bangsa yang semakin parah. Negeri yang kaya akan
kekayaan alam namun tidak mampu mengolah sendiri dalam arti memang rakyat
sengaja tidak dimampukan. Sejak masuk taman kanak kanak sudah dijauhkan dari
kemampuan mengembangkan daya kreatifitas dan inoivatif nya. Yang
diajarkan adalah daya beli yang harus kuat bahkan sampai untuk mendapat nilai
bagus harus tau caranya membeli. Oleh karenanya ketika ada anak anak tingkatan
sma/smk mampu merakit atau membuat mobil maka serentak mendapat tantangan
besar. harus mendapat uji kelayakan dululah dsb dsb sehingga memakan
proses lama. Apapun hasilnya semestinya pemerintah melindungi sambil menanamkan
kebanggaan. Tapi lagi lagi para globalis kawatir dan berusaha mempengaruhi
pejabat kita untuk menghambat kemajuan putra putri bangsa ini. Dan jika mereka
tersingkir wajarlah karena mereka bukan pelajar anak orang kaya yang sudah
dikuasai para kapitalis yag takut barang import akan berkurang karena tumbuh
kesadaran akan kebanggaan terhadap hasil anak negeri sendiri. Tidak boleh ada
nasionalisme dalam percaturan globalisme. Nasionalisme musuh besar bagi para
globalis.
Jika ada seorang
walikota mendukung hasil karya anak negeri, maka ia akan mendapat tantangan
besar dari atasan2nya yang jabatannya akan mendapat peringatan keras dari para
globalis internasonal. Namun jika hanya sebagai perakit dari mobil keluaran
pabrik pabrik milik para kapitalis dunia; itu tidak akan mengganggu mereka.
Maka pemeliharaan terhadap kelas menengah yang keropos perlu ditingkatkan.
Kelabilan kelas menengah Indonesia harus dipertahankan. Ciri ciri kelas
menengah labil adalah manusia manusia yang lekas puas diri, suka dipuji, tidak
jalan nalarnya, mudah dipengaruhi sehingga mereka akan bangga mengikuti ajaran
bahwa “the costumer is king”.
Tragedi kultural
sedang berjalan bahkan makin cepat. Bangsa seperti inikah yang akan menghadapi
pemilu presiden 2014? Bangsa yang hanya mampu melihat bahwa hidup perlu duit
sehingga duit sudah menjadi sila pertama yang harus selalu diamalkan. Bangsa
yang keropos inikah yang akan memilih dan dipilih menjadi anggota DPR? Wakil
wakil rakyat yang kecerdasan sosialnya rendah telah terbukti tak mampu bebruat
yang seharusnya sebagai wakil rakyat. Lihatlah polah tingkat anggota DPR
2009-2014 ini? Seharusnya ketua partai apapun sadar bahwa mereka harus mampu
memberikan pendidikan politik kepada pendukungnya. Politik cerdas sangat
dibutuhkan untuk hari hari ke depan.
0 komentar:
Post a Comment