Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Sunday, March 4, 2012

PENDIDIKAN DARI GURU PEMBANGUNAN

Masih lekat di benak kita ucapan almarhum menteri pendidikan pertama Republik Indonesia yakni Ki Hajar dewantara yakni; “pendidikan seni adalah landasan bagi pendidikan menyeluruh”
Betapa luhurnya kegiatan kesenian yang semestinya diajarkan sejak dini. Bahkan selayaknya tidak pernah berhenti sepanjang hayat, karena kesenian akan selalu berhubungan dengan laku hidup manusia justru pada kehidupan sehari-hari. Tidak peduli bentuk atau cara penyajiannya, yang pasti setiap pekerja seni perlu menyadari bahwa ada unsur pendidikan didalam berkesenian. Salah satu pendidikan yang ada dalam kesenian adalah melatih manusia sejak dini untuk mampu jujur. Jujur pada diri sendiri dan selanjutnya kepada lingkungannya. Kejujuran ini diperlukan karena akan menjadi kekuatan untuk berani mengatakan kebenaran.
Bahkan bukan hanya berkata namun juga dalam laku sehari-hari. Selanjutnya seni pastilah memiliki kekuatan lain yakni keindahan. Keindahan, kejujuran, kebenaran adalah sesuatu yang abstrak namun ada dan terasa sangat mempengaruhi tingkah polah manusia. Semua ini akan mengasah kepekaan “rasa”, ketajaman kecerdasan emosional manusia. 
Masa kanak-kanak dulu setiap minggu guru sekolah dasar membawa murid2 ke musium, ke pameran lukisan, nonton pertunjukkan tari atau wayang atau drama. Ajaran pertama adalah menjadi penonton seni. Guru diam saja namun mengamati kegiatan anak menonton seni.
Ketika ada pertanyaan maka sang guru baru memberikan keterangan yang mendekatkan anak pada seni. Kegiatan ini melatih daya abstraksi anak sehingga menjadi kekuatan atau daya hidup. Dengan memiliki rangsangan keindahan maka akan memiliki kekuatan untuk menghindari kekerasan. Pelajaran menyanyi, menggambar, menari, bermain drama telah terbukti memberikan pendidikan bagi pengimbangan kegiatan otak kiri yang umumnya melatih daya eksak manusia. Semua kita paham bahwa otak kanan dan kiri perlu diseimbangkan dan sekolah bertanggung jawab untuk hal ini.
Oleh karenanya di zaman aku sd, smp, sma kegiatan seni selalu diselenggarakan dan yang selalu aku rasakan adalah adanya pencerahan jiwa. Pulang sekolah tidak ada rasa penat atau lelah seperti umumnya anak sekolah sekarang merasa cape pulang sekolah. Aneh sebenarnya, sekolah kok cape. Pasti ada yang tidak benar dan apa pernah ada penelitian untuk itu? Mendapat ilmu kok cape? Bukannya semestinya senang? Dan ketika melatih ekskul teater kemudian banyak siswa mengatakan senang karena bisa menghilangkan stres seharian belajar; saya tercenung. Dan lebih prihatin ketika justru guru yang mengatakan bahwa anak anak senang latihan teater karena stresnya hilang. Barangkali ini bisa dijadikan masukan penting untuk menjawab kenapa hasil ujian nasional turun jauh. Perlu diteliti apa yang bernama tambahan belajar seperti pemantapan materi, TO, les les tambahan dsb itu bukannya justru melelahkan? Menghadapi ujian nasional seperti menghadapi keadaan gawat darurat, seperti perang di hutan? Tegang sepanjang tahun. Padahal tentara perang dibatasi 6 bulan harus diistirahatkan.
Pada kurikulum SMA melalui mata pelajaran bahasa Indonesia ada bidang drama. Ada waktu untuk menonton pertunjukkan, untuk membuat naskah, untuk mementaskan drama. Karena merupakan mata pelajaran maka wajib dilaksanakan dan mendapat nilai. Karena ada nilai yang dikejar tentulah para siswa mengerjakannya secara sungguh-sungguh. Ada beberapa kendala yang sering dihadapi mereka adalah sulitnya mencari naskah drama untuk tingkat remaja. Akhirnya mereka berusaha menulis sendiri dan celakanya referensinya adalah sinetron di televisi. Dan ketika harus nonton pertunjukkan maka tidak mudah karena tidak setiap saat tersedia pertunjukkan teater yang layak tonton. Belum lagi jika harus bayar tiket maka akan semakin terasa kendalanya. Walaupun menonton sudah merupakan bagian dari mata pelajaran namun masih memerlukan surat rekomendasi dinas pendidikan; walau sebenarnya sekolah adalah otonom. Artinya kepala sekolah memiliki kekuasaan untuk menentukan yang terbaik bagi kegiatan sekolahnya. Tapi tetap saja hal itu masih sering tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika memang aturan mengatakan tidak boleh meminta uang kepada siswa; sementara untuk nonton kesenian tentunya perlu bayar tiket; maka tidak akan pernah ketemu jadinya. Memproduksi pertunjukkan teater bukan tanpa biaya. Untuk memakai gedung kesenian bukan murah sewanya. Ditambah lagi mencari sponsor pertunjukkan teater tidak semudah pertunjukkan band band dalam maupun luar negeri.
Sementara dari dinas kebudayaan tidak tersedia anggaran untuk menjadi sponsor. Dalam hal ini sekolah negeri sering jauh tertinggal dengan swasta karena swasta memiliki dana yang cukup untuk mendukung kegiatan ekskulnya. Tiap tahun bisa pentas besar di gedung kesenian yang cukup mahal sewanya dan harga tiket juga mampu menutup biaya produksi. Bahkan banyak sekolah2 internasional yang membangun gedung teater sendiri yang setara dengan gedung kesenian Jakarta, serta menggaji guru khusus teater sehingga ada pelajaran teater sejak kelas 1 sd hingga sma. Biar kelas 6 sd, 3 smp dan sma tetap ikut kegiatan dan bukan dilarang ikut ekskul kesenian hanya karena akan menghadapi ujian akhir.
Kadang aku berpikir apa salahnya teater sehingga kelas 3 tidak boleh ikut? Padahal mereka bilang bisa menghilangkan stres. Dari 24 jam hidup diberikan 2 jam untuk teater apa salahnya? Sampai hari ini aku tidak bisa memahami cara berpikir seperti itu. Sering aku prihatin melihat mereka datang ke tempat latihan ekskul teater dan hanya duduk menahan pengin berlatih. Aku tawari dan jawabnya pelan memelas “Tidak boleh”. Padahal 2 jam nongkrong di tempat latihan dan tidak belajar. Ada juga yang nekat dan diam diam ikut latihan hingga pementasan dan hasilnya luar biasa. Katanya menjadi segar, dan melihat setumpuk buku pelajaran menjadi ringan lalu ujianpun terasa mengalir seperti ketika manggung diatas pentas. Merekapun mengatakan bahwa ujian dan manggung terasa sama ketegangannya namun kekuatan kecerdasan emosional membimbing untuk mampu melewati ketegangan tersebut . Di teater ada pelatihan apa yang disebut silent acting. Ini sangat bermanfaat ketika berada di ruang ujian dimana tidak mungkin akan teriak, berjalan, menari, seperti di panggung. Dalam diam namun mampu menguasai ruang dan bentuk sehingga mengalir muncul seluruh pelajaran yang sudah mengendap dalam lubuk hati persis seperti kegiatan menghafal naskah selama latihan.

PENDIDIKAN DARI GURU PEMBANGUNAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment