Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Monday, March 5, 2012

Demokrasi Sebagai Pencapaian Tertinggi Dalam Sejarah Pemikiran Manusia

Akhir-akhir ini “demokrasi” jadi semakin ramai dibicarakan, diawali dengan runtuhnya “Sistem Eropa Timur” tahun 1989, kerusuhan di beberapa negara di Timur Tengah seperti Mesir, Lybia, Suriah yang hingga kini masih berlangsung, ratusan nyawa telah dikorbankan, demi terwujudnya sebuah “demokrasi”.
Demokrasi menjadi sedemikian penting hingga Amerika merasa perlu menghidupkan kembali Gedung Capitol Yunani kuno untuk semua gedung perwakilannya, baik di pusat dan di negara-negara bagian.
Tidak bisa dipungkiri dan telah dinyatakan oleh banyak negara, sistem demokrasilah yang menjadi sistem paling ideal untuk kemajuan sebuah bangsa. Sebagai tatanan sosial politik yang paling ideal, demokrasi agaknya juga merupakan ‘prestasi’ tinggi dalam sejarah pemikiran manusia. Kedudukannya telah menjadi pusat dan sekaligus menggeser teori-teori tentang tatanan kekuasaan yang baik, sebagaimana dipresentasikan oleh kalangan filsafat, ahli hukum dan para pakar politik hingga awal milenium ketiga.
Bagi beberapa kalangan “penghayat demokrasi” memiliki kepercayaan yang kuat atas kesempurnaan “Teori Politik Demokrasi” yang belum tergoyahkan secara filosofis, sosiologis, maupun dalam format yuridis ketatanegaraan. Kedudukan sistem demokrasi yang telah menjadi pusat ini bahkan semakin menguat dengan dihadirkannya konsep-konsep lain seperti human rights, civil society, maupun konsepgood governance. Tidaklah berlebihan apabila konsep sistem demokrasi ini  telah dijadikan konsep terbaik yang pernah dicapai oleh pikiran manusia.
Tidak mudah bagi sebuah negara jika menginginkan disebut “negara demokratis”, ada banyak syarat yang mesti dipenuhi terlebih dahulu. Syarat-syarat tersebut antara lain adanya: pemilihan umum kepala pemerintahan, pemilihan perangkat legislative, multi partai politik, kebebasan perss, kebebasan beragama, kebebasan ekonomi, perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan (sharing power ), pemilihan umum yang bebas (general election), manajemen pemerintahan yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas (dari intervensi manapun), pengakuan hak minoritas, musyawarah, persetujuan parlemen (dalam setiap kebijakan pemerintah), pemerintahan yang konstitusional, ketentuan pendukung tentang sistem demokrasi, pengawasan terhadap administrasi publik , pemerintahan yang bersih (clean and good government ), persaingan keahlian (profesionalitas), mekanisme politik , kebijakan Negara yang berkeadilan dan pemerintahan yang mengutamakan tanggung jawab. Syarat-syarat bagi sebuah negara demokratis di atas setidaknya telah memenuhi beberapa unsur dalam prinsip-prinsip demokrasi yang terdiri atas persamaan, kebebasan dan pluralisme.
Agaknya prinsip-prinsip tersebut bukanlah merupakan sebuah barang baru, juga tidak terlalu cukup alasan bagi “kelompok anti-demokrasi” untuk menentangnya secara berlebihan. Sistem demokrasi sesungguhnya merupakan perwujudan dari sebuah cita-cita keadilan. Yang amat menarik berkenaan dengan “keadilan”, ratusan tahun silam dalam Al Qur’an sudah dikaitkan dengan hukum ketetapan Allah bagi kosmos (alam raya ciptaan-Nya). Perintah Allah untuk menegakkan keadilan sebagai hukum alam raya sudah sangat jelas, sehingga melanggar hukum kosmos sangatlah besar dosanya. Sebagaimana dituturkan Allah, “Dan langitpun ditinggikan oleh-Nya, dan ditetapkan-Nya (hukum) keseimbangan (al-Mizan). Maka hendaknya kamu (umat manusia) janganlah melanggar (hukum) keseimbangan itu, serta tegakkanlah timbangan dengan jujur, dan janganlah merugikan (hukum) keseimbangan” (QS al-Rahman/55:7-9).
Bagi kalangan “pentafsir tekstual” sepertinya urusan “timbangan” sudah cukup baik dilakukan oleh Badan Metrologi yg ditugaskan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai pihak pengawas takaran. Memang hal tersebut tidak salah, sebagai perwujudan timbangan secara lahiriyah, namun dari sebuah alat timbangan sebenarnya terkandung prinsip-prinsip yang jauh lebih besar.
Al-Zamakhsyari (seorang pentafsir Al-Qur’an) yang terkenal, menjelaskan maksud “timbangan” dalam firman Allah tersebut di atas secara “metaforis”. Sebuah “timbangan” memiliki makna setiap rasa keadilan yang meliputi seluruh kegiatan hidup, baik yang lahir maupun batin. Dengan melakukan perintah Allah untuk melaksanakan “timbangan secara jujur”,  sesungguhnya dalam segala perkara kita senantiasa dituntut untuk memenuhi rasa keadilan dan kejujuran. Begitulah peringatan Qur’an!

Demokrasi Sebagai Pencapaian Tertinggi Dalam Sejarah Pemikiran Manusia Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment