Akhir-akhir ini “demokrasi” jadi semakin
ramai dibicarakan, diawali dengan runtuhnya “Sistem Eropa Timur” tahun 1989,
kerusuhan di beberapa negara di Timur Tengah seperti Mesir, Lybia, Suriah yang
hingga kini masih berlangsung, ratusan nyawa telah dikorbankan, demi
terwujudnya sebuah “demokrasi”.
Demokrasi menjadi sedemikian penting hingga
Amerika merasa perlu menghidupkan kembali Gedung Capitol Yunani kuno untuk
semua gedung perwakilannya, baik di pusat dan di negara-negara bagian.
Tidak bisa dipungkiri dan telah dinyatakan
oleh banyak negara, sistem demokrasilah yang menjadi sistem paling ideal untuk
kemajuan sebuah bangsa. Sebagai tatanan sosial politik yang paling ideal,
demokrasi agaknya juga merupakan ‘prestasi’ tinggi dalam sejarah pemikiran
manusia. Kedudukannya telah menjadi pusat dan sekaligus menggeser teori-teori
tentang tatanan kekuasaan yang baik, sebagaimana dipresentasikan oleh kalangan
filsafat, ahli hukum dan para pakar politik hingga awal milenium ketiga.
Bagi beberapa kalangan “penghayat
demokrasi” memiliki kepercayaan yang kuat atas kesempurnaan “Teori Politik
Demokrasi” yang belum tergoyahkan secara filosofis, sosiologis, maupun dalam
format yuridis ketatanegaraan. Kedudukan sistem demokrasi yang telah menjadi
pusat ini bahkan semakin menguat dengan dihadirkannya konsep-konsep lain
seperti human rights, civil society, maupun konsepgood governance. Tidaklah
berlebihan apabila konsep sistem demokrasi ini telah dijadikan konsep
terbaik yang pernah dicapai oleh pikiran manusia.
Tidak mudah bagi sebuah negara jika
menginginkan disebut “negara demokratis”, ada banyak syarat yang mesti dipenuhi
terlebih dahulu. Syarat-syarat tersebut antara lain adanya: pemilihan umum
kepala pemerintahan, pemilihan perangkat legislative, multi partai politik,
kebebasan perss, kebebasan beragama, kebebasan ekonomi, perlindungan hak asasi
manusia, pembagian kekuasaan (sharing power ), pemilihan umum yang bebas (general
election), manajemen pemerintahan yang terbuka, kebebasan individu, peradilan
yang bebas (dari intervensi manapun), pengakuan hak minoritas, musyawarah,
persetujuan parlemen (dalam setiap kebijakan pemerintah), pemerintahan yang
konstitusional, ketentuan pendukung tentang sistem demokrasi, pengawasan terhadap
administrasi publik , pemerintahan yang bersih (clean and good government ),
persaingan keahlian (profesionalitas), mekanisme politik , kebijakan Negara
yang berkeadilan dan pemerintahan yang mengutamakan tanggung jawab.
Syarat-syarat bagi sebuah negara demokratis di atas setidaknya telah memenuhi
beberapa unsur dalam prinsip-prinsip demokrasi yang terdiri atas persamaan,
kebebasan dan pluralisme.
Agaknya prinsip-prinsip tersebut bukanlah
merupakan sebuah barang baru, juga tidak terlalu cukup alasan bagi “kelompok
anti-demokrasi” untuk menentangnya secara berlebihan. Sistem demokrasi
sesungguhnya merupakan perwujudan dari sebuah cita-cita keadilan. Yang amat
menarik berkenaan dengan “keadilan”, ratusan tahun silam dalam Al Qur’an sudah
dikaitkan dengan hukum ketetapan Allah bagi kosmos (alam raya ciptaan-Nya).
Perintah Allah untuk menegakkan keadilan sebagai hukum alam raya sudah sangat
jelas, sehingga melanggar hukum kosmos sangatlah besar dosanya. Sebagaimana
dituturkan Allah, “Dan langitpun ditinggikan oleh-Nya, dan ditetapkan-Nya
(hukum) keseimbangan (al-Mizan). Maka hendaknya kamu (umat manusia) janganlah
melanggar (hukum) keseimbangan itu, serta tegakkanlah timbangan dengan jujur,
dan janganlah merugikan (hukum) keseimbangan” (QS al-Rahman/55:7-9).
Bagi kalangan “pentafsir tekstual”
sepertinya urusan “timbangan” sudah cukup baik dilakukan oleh Badan Metrologi
yg ditugaskan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai pihak
pengawas takaran. Memang hal tersebut tidak salah, sebagai perwujudan timbangan
secara lahiriyah, namun dari sebuah alat timbangan sebenarnya terkandung
prinsip-prinsip yang jauh lebih besar.
Al-Zamakhsyari (seorang pentafsir
Al-Qur’an) yang terkenal, menjelaskan maksud “timbangan” dalam firman Allah
tersebut di atas secara “metaforis”. Sebuah “timbangan” memiliki makna setiap
rasa keadilan yang meliputi seluruh kegiatan hidup, baik yang lahir maupun
batin. Dengan melakukan perintah Allah untuk melaksanakan “timbangan secara
jujur”, sesungguhnya dalam segala perkara kita senantiasa dituntut untuk
memenuhi rasa keadilan dan kejujuran. Begitulah peringatan Qur’an!
0 komentar:
Post a Comment