Ruang bagi munculnya
capres (calon presiden) independen kembali terbuka. Ide ini termuat dalam draf
usulan perubahan kelima UUD 1945 oleh DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Di
dalam Pasal 6A bagian kedua draf tersebut disebutkan,"Pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden berasal dari usulan partai peserta pemilihan umum atau
perseorangan”.
Usulan ini langsung
mendapatkan banyak penolakan dari para politisi partai. Ada yang
beralasan teknis, berkaitan dengan masalah penyaringan calon. Ada juga
bahkan yang berani berargumentasi mengatasnamakan teori politik, tanpa
bisa menjelaskan teori mana yang dimaksud.
Perlu dibedah lebih
jauh bagaimana kedudukan capres independen dengan sistem presidensial yang kita
anut. Apakah keberadaannya akan bersifat menguatkan atau malah
sebaliknya. Diperlukan suatu analisis objektif secara sistemik untuk menghindarkan
isu ini dari sekedar pertarungan kepentingan yang ada.
Presiden
dan Partai
Salah
satu ciri khas yang dimiliki oleh sebuah sistem presidensial adalah adanya
pemilihan langsung terhadap kepala pemerintahan. Hasil pemilihan langsung ini
adalah landasan dari kekuasaan yang dimiliki oleh presiden sebagai kepala
pemerintahan sekaligus kepala negara (Sartori,1997).
Hal inilah yang
membedakan logika sistem presidensial dengan parlementer; (seorang) presiden
memiliki mandat yang langsung diberikan oleh rakyat. Sementara di sistem
parlementer, pemegang mandat adalah parlemen yang diberikan otoritas
untuk memilih kepala pemerintahan. Landasan inilah yang kemudian
membedakan peran partai politik (parpol) dalam kedua sistem pemerintahan
tersebut.
Didalam sistem
parlementer, peran parpol sangatlah besar, hal ini berkaitan dengan kedudukannya
sebagai aktor utama di parlemen. Peran parpol sangat mutlak dalam
menentukan figur yang akan menduduki kepemimpinan eksekutif di tingkat nasional
maupun lokal. Kondisi inilah yang terjadi pada negara-negara yang memiliki
tradisi parlementer kuat seperti Inggris dan Jerman.
Sementara didalam
sistem presidensial, parpol lebih berfungsi sebagai ‘organizer’
kandidat presiden, khususnya dalam mengumpulkan dana dari simpatisan
partai. Parpol-lah yang biasanya membentuk tim sukses presiden untuk
memenangkan pemilu presiden. Hal inilah yang terjadi juga di Amerika
Serikat sebagai salah satu negara yang menganut sistem presidensial
(Ranadireksa, 2007).Oleh karena itu, presidensial juga lebih dikenal sebagai
‘sistem tradisi partai lemah’, sementara disisi lain, parlementer sering
disebut dengan sistem ‘tradisi partai kuat’. (Bambang Cipto, 1996).
Berdasarkan logika
tersebut , tidak ada alasan sistemik yang sebenarnya bisa melarang adanya
kandidat capres non-parpol di pilpres negara kita. Parpol tidak boleh menjadi
variabel tunggal yang menghambat peluang seorang warga negara untuk mencalonkan
dirinya menjadi presiden.
Pemahaman seperti
inilah yang membuat Amerika Serikat masih mempertahankan tradisi adanya capres
independen. Bahkan pada tahun 1992, pemilihan menghadirkan enam tokoh
independen, salah satu diantaranya adalah Ross Perot yang memiliki popularitas
tinggi menyaingi calon dari partai dominan.
Parpol di Mata Publik
Selain
alasan sistemik, kondisi empiris juga menunjukan bahwa parpol tidak bisa
dianggap sebagai ‘pemegang saham mayoritas’ kedaulatan rakyat. Hal ini
terlihat dari temuan survei mengenai adanya penurunan tingkat kepercayaan
publik terhadap parpol.
Temuan pertama
adalah hasil survei nasional LSI (Lembaga Survei Indonesia) pada April
2008 yang menunjukkan 80 persen masyarakat mendukung calon independen.
Hal ini menunjukan bagaimana masyarakat lebih melihat faktor individu sebagai
kekuatan elektoral yang paling utama.
Temuan lainnya
adalah tingkat partyID (Identifikasi diri dengan parpol) di Indonesia sejak
September 2005 hingga Oktober 2010 yang hanya berada di posisi 20-30 persen
(Muhtadi, 2010). Bandingkan dengan tingkat partyID di Amerika Serikat
yang berada di kisaran 60 persen, atau Australia yang bisa mencapai 80 persen.
Hal ini menunjukan bahwa parpol belum memiliki ‘cengkeraman’ cukup kuat untuk
bisa mengklaim dirinya sebagai aktor utama panggung demokrasi di Indonesia.
Keberadaan capres
independen dalam kondisi ini kemudian bisa berbuah positif baik untuk
kepentingan pemilu ataupun pertumbuhan parpol secara kualitatif. Untuk
pemilu, keberadaan capres independen diharapkan bisa menekan angka pemilih
golput yang merasa tidak terwakili oleh capres dari parpol.
Sementara bagi
parpol, keberadaan capres independen adalah sebuah ’cambukan’ untuk bisa
meningkatkan citranya dimata masyarakat. Minimal parpol harus semakin
berbenah pada proses kaderisasi untuk untuk mencetak tokoh-tokoh berkualitas
yang bisa mendapat simpati dari pemilih.
Penguatan
Presidensialisme
Ketentuan
mengenai capres independen juga tidak bisa ditempatkan secara parsial. Ia
harus ditempatkan dalam sebuah kerangka sistem yang bisa menopangnya.
Sebuah kerangka sistem presidensial yang memang memberikan ruang bagi seorang
presiden untuk berkuasa secara utuh.
Salah satu yang
terpenting tentu saja bagaimana membangun sistem yang bisa menempatkan presiden
dalam hubungan yang lebih sehat dengan parlemen. Seorang presiden yang
kekuasaannya tidak bergantung pada konfigurasi kekuatan parpol didalam
parlemen.
Beberapa hal yang
bisa dilakukan diantaranya adalah perubahan sistem pemilu. Pemilu presiden
tidak boleh lagi bergantung kepada hasil pemilu legislatif seperti yang terjadi
selama ini. Pilihan yang tersedia adalah melakukan pilpres dan pileg
secara bersamaan (concurrent election), atau melakukan pilpres
terlebih dahulu. Hal yang paling penting disini adalah bagaimana
menempatkan pilpres sebagai sebuah ‘major election’.
Hal lain yang dapat
dilakukan adalah bagaimana presiden dapat dilengkapi dengan hak veto dalam
menjalankan relasinya dengan parlemen. Hak veto ini akan berfungsi untuk
mengeleminir terjadinyadeadlock, terutama dalam hal pembuatan undang-undang.
Masih banyak hal
lain yang dapat dilakukan untuk menguatkan sistem presidensial yang sudah kita
pilih secara tegas. Sebuah penguatan yang menjadi prayarat bagi
berlangsungnya sebuah pemerintahan yang efektif. Karena tanpa itu semua,
lagi-lagi kita hanya akan menjerumuskan seorang presiden, baik independen
ataupun dari parpol, dalam sebuah sistem yang akan membelenggunya dalam
menjalankan amanah.
0 komentar:
Post a Comment