Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Sunday, February 12, 2012

Membedah Capres Independen

Ruang bagi munculnya capres (calon presiden) independen kembali terbuka. Ide ini termuat dalam draf usulan perubahan kelima UUD 1945 oleh DPD (Dewan Perwakilan Daerah).  Di dalam Pasal 6A bagian kedua draf tersebut disebutkan,"Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden berasal dari usulan partai peserta pemilihan umum atau perseorangan”.
Usulan ini langsung mendapatkan banyak penolakan dari para politisi partai.  Ada yang beralasan teknis,  berkaitan dengan masalah penyaringan calon. Ada juga bahkan yang berani berargumentasi  mengatasnamakan teori politik, tanpa bisa menjelaskan teori mana yang dimaksud.
Perlu dibedah lebih jauh bagaimana kedudukan capres independen dengan sistem presidensial yang kita anut.  Apakah keberadaannya akan bersifat menguatkan atau malah sebaliknya. Diperlukan suatu analisis objektif secara sistemik untuk menghindarkan isu ini dari sekedar pertarungan kepentingan yang ada.

Presiden dan Partai

Salah satu ciri khas yang dimiliki oleh sebuah sistem presidensial adalah adanya pemilihan langsung terhadap kepala pemerintahan. Hasil pemilihan langsung ini adalah landasan dari kekuasaan yang dimiliki oleh presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara (Sartori,1997).
Hal inilah yang membedakan logika sistem presidensial dengan parlementer; (seorang) presiden memiliki mandat yang langsung diberikan oleh rakyat.  Sementara di sistem parlementer, pemegang mandat adalah parlemen  yang diberikan otoritas untuk memilih kepala pemerintahan.  Landasan inilah yang kemudian membedakan peran partai politik (parpol) dalam kedua sistem pemerintahan tersebut.
Didalam sistem parlementer, peran parpol sangatlah besar, hal ini berkaitan dengan kedudukannya sebagai aktor utama di parlemen.  Peran parpol sangat mutlak dalam menentukan figur yang akan menduduki kepemimpinan eksekutif di tingkat nasional maupun lokal. Kondisi inilah yang terjadi pada negara-negara yang memiliki tradisi parlementer kuat seperti Inggris dan Jerman.
Sementara didalam sistem presidensial, parpol lebih berfungsi sebagai ‘organizer’ kandidat presiden, khususnya dalam mengumpulkan dana dari simpatisan partai.  Parpol-lah yang biasanya membentuk tim sukses presiden untuk memenangkan pemilu presiden.  Hal inilah yang terjadi juga di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang menganut sistem presidensial (Ranadireksa, 2007).Oleh karena itu, presidensial juga lebih dikenal sebagai ‘sistem tradisi partai lemah’, sementara disisi lain, parlementer sering disebut dengan sistem ‘tradisi partai kuat’. (Bambang Cipto, 1996).
Berdasarkan logika tersebut , tidak ada alasan sistemik yang sebenarnya bisa melarang adanya kandidat capres non-parpol di pilpres negara kita.  Parpol tidak boleh menjadi variabel tunggal yang menghambat peluang seorang warga negara untuk mencalonkan dirinya menjadi presiden. 
Pemahaman seperti inilah yang membuat Amerika Serikat masih mempertahankan tradisi adanya capres independen.  Bahkan pada tahun 1992, pemilihan menghadirkan enam tokoh independen, salah satu diantaranya adalah Ross Perot yang memiliki popularitas tinggi menyaingi calon dari partai dominan.

Parpol di Mata Publik

Selain alasan sistemik, kondisi empiris juga menunjukan bahwa parpol tidak bisa dianggap sebagai ‘pemegang saham mayoritas’ kedaulatan rakyat.  Hal ini terlihat dari temuan survei mengenai adanya penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap parpol.
Temuan pertama adalah hasil survei nasional LSI (Lembaga Survei Indonesia)  pada April 2008 yang menunjukkan 80 persen masyarakat mendukung calon independen.  Hal ini menunjukan bagaimana masyarakat lebih melihat faktor individu sebagai kekuatan elektoral yang paling utama.   
Temuan lainnya adalah tingkat partyID (Identifikasi diri dengan parpol) di Indonesia sejak September 2005 hingga Oktober 2010 yang hanya berada di posisi 20-30 persen (Muhtadi, 2010).  Bandingkan dengan tingkat partyID di Amerika Serikat yang berada di kisaran 60 persen, atau Australia yang bisa mencapai 80 persen.  Hal ini menunjukan bahwa parpol belum memiliki ‘cengkeraman’ cukup kuat untuk bisa mengklaim dirinya sebagai aktor utama panggung demokrasi di Indonesia.
Keberadaan capres independen dalam kondisi ini kemudian bisa berbuah positif baik untuk kepentingan pemilu ataupun pertumbuhan parpol secara kualitatif.  Untuk pemilu, keberadaan capres independen diharapkan bisa menekan angka pemilih golput yang merasa tidak terwakili oleh capres dari parpol.
Sementara bagi parpol, keberadaan capres independen adalah sebuah ’cambukan’ untuk bisa meningkatkan citranya dimata masyarakat.  Minimal parpol harus semakin berbenah pada proses kaderisasi untuk untuk mencetak tokoh-tokoh berkualitas yang bisa mendapat simpati dari pemilih.

Penguatan Presidensialisme

Ketentuan mengenai capres independen juga tidak bisa ditempatkan secara parsial.  Ia harus ditempatkan dalam sebuah kerangka sistem yang bisa menopangnya.  Sebuah kerangka sistem presidensial yang memang memberikan ruang bagi seorang presiden untuk berkuasa secara utuh.
Salah satu yang terpenting tentu saja bagaimana membangun sistem yang bisa menempatkan presiden dalam hubungan yang lebih sehat dengan parlemen.  Seorang presiden yang kekuasaannya tidak bergantung pada konfigurasi kekuatan parpol didalam parlemen.
Beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya adalah perubahan sistem pemilu. Pemilu presiden tidak boleh lagi bergantung kepada hasil pemilu legislatif seperti yang terjadi selama ini.  Pilihan yang tersedia adalah melakukan pilpres dan pileg secara bersamaan (concurrent election), atau melakukan pilpres terlebih dahulu.  Hal yang paling penting disini adalah bagaimana menempatkan pilpres sebagai sebuah ‘major election’.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah bagaimana presiden dapat dilengkapi dengan hak veto dalam menjalankan relasinya dengan parlemen.  Hak veto ini akan berfungsi untuk mengeleminir terjadinyadeadlock, terutama dalam hal pembuatan undang-undang.
Masih banyak hal lain yang dapat dilakukan untuk menguatkan sistem presidensial yang sudah kita pilih secara tegas.  Sebuah penguatan yang menjadi prayarat bagi berlangsungnya sebuah pemerintahan yang efektif.  Karena tanpa itu semua, lagi-lagi kita hanya akan menjerumuskan seorang presiden, baik independen ataupun dari parpol, dalam sebuah sistem yang akan membelenggunya dalam menjalankan amanah.

Membedah Capres Independen Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment