Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Monday, February 6, 2012

MEDIA PENYIARAN DAN ERA INTERNET

1 April dua tahun yang lalu sejumlah praktisi penyiaran, seniman, dan pemerhati dunia siaran di Indonesia mendeklarasikan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional di Solo Jawa Tengah. Kenapa Tanggal ini dipilih sebagai Hari Penyiaran Nasional (HARSIARNAS) sejarahnya adalah karena pada tanggal tersebut 78 tahun silam didirikan stasiun radio siaran pertama di Indonesia yang bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV). Berdirinya Radio SRV ini dipilih sebagai momentum awal dunia kepenyiaran di Indonesia karena radio inilah yang merupakan radio pertama yang mengudara dengan menggunakan perangkat siar dan teknologi modern saat itu, dan yang terpenting Radio SRV ini didirikan oleh orang orang Indonesia dan tenaga pengelolanya adalah orang orang asli pribumi.
Sejak dua tahun yang lalu gaung Harsiarnas mulai kita rasakan di negeri ini tujuannya adalah hari Penyiaran diharapkan akan dapat menggandeng dan menyatukan berbagai seremonial-seromonial penyiaran yang telah lahir terlebih dahulu. Untuk itu, dukungan dan juga restu dari semua pihak yang terkait diharapkan bisa mewujudkan momentum hari spesial buat dunia penyiaran itu sendiri.
Di era keterbukaan saat ini, dunia penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, swasta, maupun komunitas, tumbuh dan berkembang pesat. namun, diperlukan sebuah arah penyiaran yang selaras dengan keterbukaan global, yang tetap menjaga nilai-nilai kebangsaan.
Lantas seperti apa sesungguhnya dunia penyiaran di Indonesia, mungkin yang ada dipikiran kita secara sederhana adalah tayangan sinetron dan infotaintment yang mengumbar urusan cinta, Perselingkuhan, mimpi, kekerasan, kemewahan, dan lain lain ditengah kondisi riil saat ini, dimana Indonesia masih terus berjuang untuk melawan kemiskinan, yang terjadi ini adalah salah satu saja dari persoalan yang bersangkutan di kontent isi siaran penyebabnya “mungkin” selama beberapa tahun ini industri Televisi tumbuh dan berkembang tanpa disertai pedoman atau rambu-rambu yang jelas. Stasion Televisi tumbuh berdasarkan keinginan pengelolanya. Hasilnya, televisi berkembang hampir tak terkendali dan sulit dipertanggungjawabkan.
Padahal lebih jauh daripada itu dunia penyiaran di Indonesia sungguh kompleks persoalan persoalan di dalamnya. Mulai dari sentralisasi penyiaran yang masih sulit dirubah meskipun telah ada Undang Undang No 32 sebagai payung hukumnya. Kemudian belum jelasnya teknis siaran sistem berjaringan (SSB), yang mengakibatkan TV Nasional yang “diwajibkan” melaksanakan SSB paling lambat tanggal 28 Desember 2007 lalu, hingga kini masih  tanda Tanya besar, bukannya mereka melaksanakan SSB malah TV Nasional ramai ramai melakukan merger kepemilikan.
Hal lainnya adalah ketidakjelasan pengaturan hak frekuensi di daerah. Pembagian kanal frekuensi yang diatur dalam Kepmenhub (Keputusan Menteri Perhubungan) No 76 th 2003 yang memberi kecenderungan Lembaga Penyiaran Swasta di Jakarta untuk menguasai frekwensi dengan modal besar yang mereka miliki, mereka dengan mudahnya menyingkirkan lembaga penyiaran di daerah dengan berbagai macam trik misalnya dalam kepemilikan saham mayoritas, di Sulawesi Selatan Trik ini sudah berlangsung bahkan tidak hanya itu hingga kepada crew dan pekerja dibalik layarpun ikut dibajak dengan iming iming penghasilan yang jauh lebih besar dari lembaga penyiaran lokal yang (kalo mau jujur) membesarkan dan mendidik para pekerja ini dengan susah payah.
Tantangan lainnya adalah keberanian kita mengizinkan lembaga penyiaran asing masuk ke Indonesia, karena sebagian dari masyarakat kita sudah lama menikmati lembaga penyiaran asing seperti CNN, Al Jazeera International, dan lain lain. Kenapa tidak diizinkan saja sekalian bukankah akan menjadikan siaran kita lebih kompetitif dan akan meningkatkan keaneka ragam lembaga penyiaran di Indonesia disamping itu tentunya akan membuka lowongan kerja baru.
Hal lainnya menurut saya yang menjadi tantangan tersendiri dari dunia penyiaran bahkan media massa lainnya yaitu era internet. Dalam sebuah seminar yang kami ikuti beberapa waktu lalu salah satu pemateri mencontohkan dengan mengambil sampel peserta seminar yang berjumlah kurang lebih 100 orang, pemateri menanyakan berapa orang yang sempat membaca Koran pagi sebelum ke tempat seminar, yg mengangkat tangan ada kurang lebih 10 orang, kemudian dia bertanya lagi ada berapa orang yang sempat menonton berita pagi di TV, kurang lebih 6 orang yang mengangkat tangan, selanjutnya dia bertanya lagi berapa orang yang dalam perjalanan menuju tempat seminar sempat memutar siaran radio di kendaraannya, yang mengangkat tangan sekitar 15 orang. Pertanyaan terakhirnya adalah berapa orang yang sempat membuka internet pagi itu, baik facebook twitter dan lain lain dan jawabannya hampir seluruh isi ruangan mengangkat tangan. Fakta ini menyadarkan saya bahwa bagaimanapun juga internet sekarang adalah bagian kehidupan, dan dunia penyiaran harus mau berkolaborasi dengan internet, bagi sebuah stasion radio mungkin dengan bersiaran melalui radio streaming adalah salah satu bentuk kolaborasinya.

MEDIA PENYIARAN DAN ERA INTERNET Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment