Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Thursday, February 9, 2012

Mafia Dalam Akhlak Buaya

Bila para elite bangsa begitu pandai bersilat lidah dengan berbagai kebohongan akan fakta dan realita yang terjadi pada rakyat jelata dengan berbagai penderitaan dalam krisis kepemimpinan yang tiada bisa memberikan keteladan pada anak cucu bangsa sebagai generasi penerus kepemimpinan. Budaya kemunafikan dalam tebar pesona bertujuan hanya untuk pencitraan diri dengan tiada memiliki keberanian dalam menegakkan keadilan dengan hukum berada di telapak kaki kekuasaan dan mafia.Secara rasional, realitis, moral dan etis dapat disadari betapa korupsi  yang mengurita di negeri yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah namun tiada perdaya oleh para mafia dengan hukum bisa dibeli dan mentalitas korupsi menjadi penyakit dalam komunitas lingkiaran birokrasi dengan oknum pejabat yang menjalar bak kanker ganas ke sel - sel organ publik dari eksekutif, legislatif, hingga BUMN. Korupsi bukan saja memperbesar angka kemiskinan tetapi juga perlahan tapi pasti berpetensi menghancurkan sendi - sendi peradaban bangsa.
 Corruption is the root of the evil, korupsi adalah akar dari semua masalah. Fakta bahwa korupsi nyaris semuanya dilakukan oleh mereka yang termasuk golongan the have yang dipastikan merupakan penyimpangan perilaku tetapi tindakan yang direncanakan penuh perhitungan untung rugi oleh pelanggar hukum yang berstatus terhormat, ketika golongan ini yang menjadi pelaku maka korupsi senantiasa melibatkan perhitungan - perhitungan yang teliti dari pelakunya, pengerahan segenap kemampuannya dan kewenangan diperhitungkan secermat mungkin sehingga orang lain yang hanya bisa merasakan aroma busuk dan tak berdaya bila diminta harus membuktikan.
 Bagi koruptor besar, setiap celah untuk lolos telah dipersiapkan termasuk bila harus menggunting misi suci dan sistem hukum. Coba kita melihat dari berbagai macam kasus baik dari ratu mafia Artalyta hingga kasus gayus dengan berbagai macam kasus konspirasi korupsi berjamah dengan metode mafia yang bisa membuat hukum tiada perdaya, dengan mentalitas korupsi  para oknum para penegak hukum. Sendi - sendi dasar tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara telah hancur dan rusak ditimbulkan oleh korupsi kemanusian, Indonesia telah kehilangan jatidiri kemanusiannya. Nilai - nilai imanen spiritual hedonik rasional yang bernisbat pada penghambaan kemegahan dan kegemilangan duniawi, tidak hanya sistem dan struktur pemerintahan dan ketatanegara yang korup, bahkan manusia Indonesia telah hancur dan rusak akibat korupsi. Berbagai macam pengalihan hot issue menjadi budaya dalam sandiwara para pemimpin yang tiada perdaya dalam menegakan rasa keadilan dan pemberantasan korupsi.
 Jalan satu - satunya untuk menyelamatkan nyawa bangsa dan negeri ini hanya dengan kembali pada jiwa dan karakter kemanuasian yang imanen spritual transendental dengan totalitas ketauhidan tanpa tersekat - sekat sektarianisme sempit akibat dikorupsi oleh bungkus kemasan ritual yang penuh hipokrisi dan politisasi. Kegagalan reformasi Struktural dan kultural dalam lingkaran lembaga hukum yang seharusnya bisa menegakkan keadilan ternyata tidak bisa membentuk karakter penegak hukum yang memiliki moralitas padahal mereka menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum justru menjadi lingkaran setan dalam mafia hukum. Metode catur menjadi budaya konspirasi mafia dengan berbagai kebenaran dan kejujuran penegak hukum dan tugas elemen - elemen bangsa dan tokoh bangsa tentang fenomena dibalik berbagai macam kasus baik mulai dari kriminalisasi KPK, kasus Susno Duadji, Antasari dan lainya untuk bisa diungkap kebenarannya. Mafia hukum dan pajak yang melibatkan pion Gayus tiada bisa terungkap bila rakyat tidak mengawal dan berani mendobrak terani dalam adanya sang superstar yang harus diungkap dengan mengusut tuntas untuk membuka setiap pintu ke pintu dengan permainan dibalik permainan para mafia hukum. Membersihkan para oknum dalam penegak hukum baik yang melibatkan para bintang atau yang dibawah harus ditegakkan bukan harus selalu bersilat lidah dengan kebohongan menjadi budaya untuk menutupi segala bentuk aroma kebusukan yang ada dengan kepemimpinan yang tidak bisa menujukan wibawa dan tidak memiliki keberanian dalam pemberantasan korupsi yang sudah menjadi jaringan yang sangat kuat dengan memiliki nilai tawar yang akan mengungkap segala bentuk konspirasi busuk lainnya.
 Penanganan Korupsi merupakan paket komplet walaupun kepada satu obsesi bahwa di atas itu semua hukum menjadi light house atau mercusuar, penangan korupsi dengan instrumen legal harus mencakup subtasi hukum baik dari aparat penegak hukum, sarana dan prasarana serta budaya hukum. Kiranya penting untuk memperkokoh gagasan menjadikan korupsi yang merupakan kejahatan dengan tingkat bahaya tinggi, peraturan perundang - undangan kiranya perlu didesain agar para pelaku korupsi dari kalangan tertentu seperti pejabat negara dan lainya dijerat dengan sanksi pidana mati dan pemberlakuan pembuktian terbalik dengan didukung semua elemen bangsa serta rakyat memberikan sanksi sosial pada para pelaku korupsi.
 Kalangan pejabat negara mestinya paling bertanggung jawab terutama pemimpin dalam menegakkan keadilan untuk memiliki keberanian dan ketegasan dalam memimpin untuk mewujudkan cita - cita konstitusi yaitu masyarakat adil adan makmur dengan segala perbuatan terutama kebohongan yang menyayat - nyayat misi luhur itu harus dianggap sebagai pengkhianat dengan diberikan hukan mati. Titik tekanya pada pertimbangan aktual masyarakat dan kemaslahatan publik, selain pengenaan pidana maksimal ditujukan untuk shock terapy sehingga jika dilakukan secara konsisten akan mengetarkan dan menimbulkan efek jera bagi pelaqku maupun calon - calon pelaku korupsi.  Pemidanaan maksimal akan memutuskan sistem dan mekanisme korupsi yang mendarah daging.
Hukum yang bagus harus dikawal dengan aparat yang tidak bermental maling, kiranya tidak berlebihan mengingat sifat paternalistik masyarakat yang masih kental, maka pucuk pimpinan hamba hukum seperti Kapolri Dan Jaksa Agung haruslah sosok yang bersih, tegas dan tidak berpotensi menjadi koruptor dengan pemimpin Bangsa yang memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi bukan bermain retorika dengan berbagai wacana hanya untuk menutupi segal bentuk aroma kebusukan yang ada. Ketegasan pimpinan hukum perlu karena dalam kasus korupsi tertentu terlihat adanya keengganan/ tidak bernyali dikalangan ini untuk menangani dan menindak lanjuti kasus - kasus mega korupsi yang melibatkan strutur kekuasaan yang kuat dan berlapis. Karena komitmen memberantas korupsi harus merupakan kotrak abadi maka pemimpin jangan selalu bermain dalam wacana dengan pandai bermain kata tapi tiada memiliki keberanian dan ketegasan dalam membersihkan para oknum penegak hukum yang bermentalitas korupsi.
Korupsi bukan hanya masalah bangsa secara nasional tetapi kini menjadi masalah daerah secara lokal, sehingga pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab bersama. Pendidikan dirasa penting untuk menumbuhkan semangat anti korupsi mengingat pola perilaku korupsi tidak akan bisa di tumbangkan dengan ancangan parsial, Penumbangan pola perilaku korupsi meniscayakan ancangan holistik yang ditandai perubahan seluruh wilayah kepribadian, baik wilayah kognitif, efektif(sikap dan kemauan) dan tindakan. Lingkungan sosial yang bersifat menolak, menetang serta menghukum korupsi di satu sisi tetapi juga menerima, mendukung dan menghargai sikap anti korupsi.

Mafia Dalam Akhlak Buaya Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment