Negara Pancasila
sebagai hybrid budaya adalah jalan tengah (middle path) antara negara agama dan
negara sekuler. Negara Pancasila lebih cocok dengan tradisi agama dan politik
di Indonesia.
Rumusan sila pertama
Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945 Ayat (1) memberikan sifat yang khas pada Negara
Indonesia, bukan negara sekuler yang memisahkan agama dan negara, dan bukan
negara agama yang berdasarkan pada agama tertentu. Negara Pancasila menjamin
kebebasan setiap warga negaranya untuk beragama dan wajib memelihara budi
pekerti luhur berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Dengan Pancasila,
Indonesia tidak kurang agamis-nya dibanding "negara-negara agama"
seperti Pakistan, Arab Saudi, atau Iran. Republik Indonesia tidak kurang agamis
dibanding negara mana pun, sebab "it has put the monotheistic belief in
the one and only God at the head of Pancasila and adopted this principle as the
spiritual, moral, and ethical foundations of its state" (M Natsir, Some
Observations Concerning the Role of Islam in National and International
Affairs, Cornell University, 1954).
Dalam Negara
Pancasila, agama dan nasionalisme hidup berkembang dan didukung negara. Negara
Pancasila menyatukan beragam kelompok yang bertentangan. Sebagai kompromi
politik, negara mendukung perkembangan agama meski tidak menyatakan satu agama
sebagai agama negara.
Dengan Pancasila,
Indonesia menganut model generally religious policy, di mana negara dibimbing
agama secara umum dan substantifistik serta tidak secara institusional berkait
dengan tradisi keagamaan tertentu. Posisi Pancasila semacam ini mirip dengan
civil religion dalam negara-negara multi-agama, meski konsep civil religion
belum diakui resmi (Carl & David, Questioning the Secular State, 1996).
Pancasila juga mirip, meski tidak sama, dengan Piagam Madinah (Mitsaq
al-Madinah) di masa Nabi Muhammad SAW, dalam pengertian memiliki butir-butir
kesepakatan dari beragam unsur agama dan suku untuk menjaga stabilitas dan
kemakmuran bersama.
Dalam Negara
Pancasila, agama dapat menyediakan basis moral dan spiritual dalam kehidupan
negara dan masyarakat seperti dalam sistem hukum dan budaya politik. Negara
dapat menggunakan perspektif agama dalam batas-batas otoritas fungsional
seperti menyediakan pelayanan keagamaan, pendidikan agama, dan mencegah tingkah
laku politik dan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Itu karena
Negara Pancasila adalah negara nonsektarian, bukan nonreligius. Prinsip
yang perlu dikembangkan adalah no preference - peduli tetapi tidak
diskriminatif, bukan wall of separation - bukan tidak peduli sama sekali.
Dengan demikian,
Indonesia tidak perlu menjadi negara sekuler dalam pengertian pemisahan total
negara dan agama. Dengan Negara Pancasila, ciri-ciri positif negara sekuler
seperti kebebasan beragama, kewarganegaraan demokratis, pluralisme,
multikulturalisme, anti-komunalisme, anti-sektarianisme, dan anti-diskriminasi,
dapat diterapkan. Ciri-ciri positif negara religius seperti pembangunan moral
agama juga didukung negara sejauh tidak bersifat diskriminatif dan dalam kerangka
menjaga kemaslahatan seluruh warga negara.
0 komentar:
Post a Comment