Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Monday, February 13, 2012

Kebebasan Rohani

Pembahasan ini dibatasi pada analisis terhadap dua jenis kebebasan: sosial dan rohani. Alasan Pembahasan ini terutama karena akar dari banyak masalah yang dihadapi manusia modern, antara lain, disebabkan oleh penekanan yang berlebih-lebihan pada kebebasan sosial dengan mengabaikan kebebasan rohani.
Kebebasan, dalam konteks ini, terutama dalam pengertian tiadanya rintangan dalam perjalanan manusia menuju kesempurnaan. Manusia adalah makhluk yang khusus dan kompleks yang selain memiliki kehidupan pribadi, juga mempunyai apa yang disebut kehidupan sosial. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai kebebasan dapat ditinjau dari aspek sosial maupun aspek individu. Kebebasan sosial, dalam hal ini, terutama dimaksudkan sebagai kebebasan yang dimiliki manusia dalam hubungannya dengan individu-individu lain dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain, kebebasan dari segala bentuk keterikatan, penghambaan, perbudakan dan eksploitasi dari sesama manusia. 
Kebebasan rohani adalah kebebasan seseorang dari dirinya sendiri, diri yang dimaksud di sini adalah diri hewaniyah seseorang. Manusia memiliki dua diri atau ego: diri manusiawi dan diri hewani. Diri hewani manusia antara lain meliputi kecenderungan hawa nafsu manusia seperti keserakahan, kecintaan kepada harta benda dan egoisme. Kebebasan rohani dapat juga diartikan sebagai kebebasan diri manusiawi seseorang dari diri hewaninya (an nafs al ammara bis-su’i: diri yg menyeru kpd keburukan).
Penindasan dan eksploitasi terhadap sesama manusia, yang terjadi sepanjang sejarah, bukanlah disebabkan oleh kebodohan atau masih terbelakangnya institusi sosial di masa lalu. Dewasa ini, dengan pengetahuan dan institusi-institusi hukum yang semakin maju, sikap dan respek manusia terhadap hak-hak dan kebebasan sesama tidaklah serta merta berubah. Contoh yang paling gamblang adalah kasus Afrika Selatan, Bosnia (bbrp wkt yg lalu) dan Palestina di mana piagam deklarasi hak-hak manusia sedunia tidak digubris sama sekali. Praktek-praktek seperti ini juga terjadi di belahan dunia lainnya dalam bentuk-bentuk terselubung. Bahkan tidak kurang kita temui bentuk-bentuk penindasan atas nama kemanusiaan.
Kenyataan tersebut di atas, terutama disebabkan oleh sikap mementingkan diri dan ketamakan. Sebagai individu manusia berusaha hanya untuk memperoleh keuntungan maksimun bagi dirinya dengan berbagai cara. Manusia-¬manusia lain diperlakukan sebagai sarana dan memanfaatkan mereka sebagaimana memanfaatkan kayu, batu, besi dan binatang (I - It relationship not I - Thou relationship).
Bahkan kemajuan Iptek dan kecanggihan institusi sosial dewasa ini dalam kenyataannya bukannya membawa umat manusia mencapai impian-impiannya: kesejahteraan, tuan yang mandiri dari kehidupannya dan pemerataan. Sebaliknya yang kita dapati adalah manusia-manusia yang mengalami dehumanisasi dan menjadi sekedar sekerup-sekerup dalam mesin birokrasi serta menjadi tawanan dari teknologi yang diciptakannya.
Kegagalan manusia modern ini terutama karena mereka telah menjadi tawanan egonya sendiri. Keserakahan dan egoisme telah menjadi batu sendi peradaban industri, bersama sikap hedonisme telah menjadi premis psikologis utamanya. Hal ini, tidak lain dari menjadikan diri hewani manusia mengatasi diri manusiawinya. Mungkinkah seseorang yang telah diperbudak oleh dirinya dapat memberi kebebasan kepada yang lain. Mustahil! Kebebasan sosial akan kehilangan maknanya apabila tidak disertai kebebasan rohani. Hanya kebebasan rohanilah yang mampu, secara hakiki, mencegah seseorang yang berkuasa memanfaatkan kekuasaannya untuk menguasai dan memperbudak sesama manusia.

Kebebasan Rohani Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment