Suburnya tingkat
kriminalitas seperti pembunuhan, perampokan, pencurian, pencopetan, perkosaan,
dan korupsi bukan disebabkan oleh faktor ekonomi semata, melainkan oleh
hilangnya rasa “malu” pada diri kita. Kasus-kasus kejahatan telah menghiasi
pemberitaan hampir semua media yang ada di negeri ini dan terus mengalami
peningkatan.
Malu
diinterpretasikan sebagai suatu rasa takut dan rendah diri ketika perbuatan
kita diketahui oleh orang lain. Dalam Bahas Arabnya al-haya’ derivatnya al-hayaatun artinya malu dengan kehidupan.
Orang yang malu akan merasa minder (rendah) diri ketika bertemu dengan orang
lain karena aibnya di ketahui oleh orang lain. Perasaan malu kadang menyebabkan
orang terbatas dalam berinteraksi dan melakukan kegiatan-kegiatan positif.
Namun perlu dibedakan antara rasa malu berbuat negative dan malu berbuat
positif. Malu berbuat negative maksudnya adalah malu ketika seseorang di
ketahui perbuatan tercelanya (negative) di ketahui oleh orang lain, misalnya
malu berbohong, malu melakukan zina, malu melakukan perbuatan kriminal dan
lain-lain. Sedangkan malu dalam berbuat positif adalah malu untuk melakukan
hal-hal yang bermanfaat dan berbuat baik, misalnya malu melakukan pekerjaan
yang sedikit rendah (bagi orang yang merasa levelnya lebih tinggi dari orang
lain),atau malu pergi ke tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
perasaan malu akan perbuatan positif itu dalam istilah sekarang adalah
“gengsi”, artinya tidak mau melakukan perbuatan tersebut karena merasa dirinya
lebih dari orang lain, pekerjaan tidak layak dan tidak level untuk ukuran
dirinya. Perasaan gengsi ini disebabkan oleh factor psikologis seseorang yang
dinamakan EGOIS.
Hilangnya rasa
malu menyebabkan seseorang melakukan perbuatan apa saja sesuka hatinya
tanpa memperhatikan norma-norma yang ada didalam masyarakat. Pejabat
Negara/daerah yang hilangnya rasa “malu” akan menyebabkan ia melakukan
perbuatan-perbuatan kotor seperti korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) dan juga melakukan KEBOHONGAN public atas janji-janji yang
tidak di tepati. Begitu juga sebagian diantara masyarakat kita yang sudah tidak
memiliki rasa “malu” sehingga dengan mudahnya dan berkali-kali melakukan
perbuatan-perbuatan tercela seperti perampokan, pencurian, perzinaan, perkosaan
dan lain-lain. Kasus yang sedikit menghebohkan negeri ini, mohon maaf
sebelumnya adalah kasus video mesum Ariel, Luna Maya dan Cut Tari yang menyita
perhatian public mengenai perbuatan terlarang dan merusak akhlak generasi
bangsa karena menurut sebagian masyarakat sebagai “public figure” yang setiap
tingkah laku dan gayanya di ikuti oleh generasi muda terutama fans-fans
beratnya.
Dan kasus yang
menghebohkan dan menyentak pejabat pemerintah negeri baru-baru ini adalah
KEBOHONGAN pemerintah yang dipublis oleh Tokoh-tokoh lintas agama karena
menganggap pemerintah (presiden SBY) tidak menepati janji-janjinya kepada
masyarakat sewaktu kampanye tahun 2009 yang lalu, baik terhadap peningkatan
pemberantasan korupsi, pemberantasan makelar kasus, mengurangi kemiskinan, dan
meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan peningkatan pendapatan
masyarakat.
Pemerintah telah
mengumbar banyak janji namun tingkat implementasi jauh dari harapan. Kasus demi
kasus yang terjadi baik persoalan korupsi century, kasus mafia pajak dan hukum,
kriminal dan perbuatan terlarang lainnya pemerintah belum juga menyelesaikannya
secara serius bahkan terkesan pemerintah merekayasa setiap kasus, data dan
fakta yang terjadi untuk menutup kebobrokan yang terjadi selama ini. Jika
pemerintah sudah tidak merasa “malu” mengakui kebohongan yang dilakukan
terhadap rakyat bagaimana jadinya bangsa ini ke depan atau apa kata dunia?.
Orang yang tidak memiliki rasa malu, ia seperti mayat di dunia ini, dan ia
benar-benar akan celaka di akhirat.
ِPerasaan malu untuk melakukan hal-hal yang dilarang
oleh norma agama, hukum, adat dan budaya bangsa seharusnya melekat pada diri
kita sehingga tingkat kriminalitas, korupsi, zina dan perbuatan lainnya dapat
diminimalisir. Implementasi perasaan “malu” untuk melakukan pebuatan terlarang
adalah perbuatan mulia dan sangat di anjurkan dalam agama.
Oleh karenanya
betapa pentingnya memiliki rasa “malu” bagi setiap orang agar terhindar dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, hukum, adat dan budaya bangsa. Rasa
“malu” sudah seharusnya menjadi bagian hidup kita dalam bermasyarakat,
bernegara sehingga tercipta masyarakat yang saling menghargai, menghormati,
saling pengertian, dan tercipta masyarakat yang harmonis.
0 komentar:
Post a Comment