Generasi penerus merupakan agent of change untuk revolusi Indonesia menjadi negara yang lebih baik, oleh karena itu generasi yang sehat, cerdas, dan produktif plus ideologis merupakan tantangan utama dalam suatu bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut, pembangunan manusia erat kaitannya dengan status gizi dan kondisi kesehatan.Indeks Pembangunan Manusia (IPM) khususnya di Indonesia masih memiliki peringkat yang rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya dikarenakan jumlah kasus gizi buruk masih merupakan persoalan utama yang harus diatasi. Kasus gizi buruk memberikan dampak sistemik, tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga negara-negara lainnya.
Jumlah Kasus gizi buruk saat ini menggambarkan fenomena puncak gunung es dimana kondisi sebenarnya dilapangan jauh lebih banyak. Kasus gizi buruk di Lombok Timur misalnya, hingga Januari 2011 mencapai 330 orang dengan rincian 130 balita gizi buruk dan 200 balita gizi kurang (VIVAnews.com). Tak hanya di Lombok Timur, Jumlah penderita gizi buruk di Sulawesi Selatan hingga Oktober 2011 dilaporkan 286 kasus meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 150 kasus sehingga jumlahnya mencapai 436 kasus (tribun timur.com). Adapun di Gorontalo berjumlah 250 kasus, salah satunya adalah Fitri yang berusia delapan tahun tubuhnya kurus kering, kulit disekujur tubuhnya mengelupas dan mulutnya penuh luka. Kondisi yang lebih ironis dialami oleh Nurmayasari anak dari salah satu keluarga miskin di Bogor, Jawa Barat, pada November 2011 sudah tak bernyawa, karena tidak mampu lagi menerima asupan gizi (liputan 6.com). Dan masih banyak daerah-daerah lain di Indonesia yang mengalami kasus serupa. Sehingga tak heran jika Direktur Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Dr dr Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS,mengatakan bahwa“Ada sekitar 1 juta anak gizi buruk di Indonesia diantara 240 juta penduduk Indonesia.”
Persentase kasus gizi buruk dibeberapa provinsi berada diatas prevalensi nasional (5,4%). Misalnya, Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia mencapai 30,5 % dan yang terendah adalah di Provinsi Sulawesi Utara, sebesar 10,6 % (Babuju.com). Millennium Development Goals (MDGs) merupakan kerangka kerja pembangunan yang telah disepakati seluruh anggota PBB termasuk Indonesia. Salah satu sasaran utama MDGs adalah pemberantasan kemiskinan dan kelaparan.Indikator tingkat kemiskinan di Indonesia salah satunya dilihat dari prevalensi gizi buruk. Oleh karena itu, MDGs menargetkan tercapainya penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk menjadi 15% dan 3,5 % pada tahun 2015.
Pengaruh Gizi
Kasus gizi buruk paling banyak ditemukan pada bayi dengan usia antara 1-5 tahun. Periode dua tahun pertama merupakan golden age atau golden moment yang disebut juga masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, termasuk pertumbuhan otak 80%, sehingga pemenuhan zat gizi sangat diperlukan. Gangguan yang terjadi pada masa emas ini tidak dapat dipulihkan walaupun pemenuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Salah satu gangguan yang terjadi adalah stunting(postur tubuh kecil pendek) dan lebih parah lagi efek jangka panjang dari gizi buruk yaitu penurunan skor tes IQ 10-13 poin, gangguan kognitif, gangguan pusat perhatian, dan gangguan percaya diri, bahkan jika tidak diatasi dengan baik akan menyebabkan kesakitan dan kematian. Tak heran jika banyak anak di Indonesia mengalami imbisil dan debil(bodoh) yang pada akhirnya generasi penerus tidak sesuai dengan apa yang diharapkan untuk masa depan pembangunan suatu bangsa.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak hanya ditemukan sesudah lahir, tetapi juga pada saat didalam kandungan dan menyusui. Jika Seorang ibu kurang dalam pemenuhan gizinya ketika hamil, maka dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR berpotensi memiliki status gizi kurang dan pada akhirnya dapat mengakibatkan gizi buruk.Tidak hanya itu, gizi Ibu selama kehamilan turut menentukan kualitas ASI yang merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.Kesadaran Ibu saat ini untuk menyusui dengan ASI eksklusif masih terbilang kurang sehingga perlu ditingkatkan. Selain itu, masih banyak Ibu yang mengalami kurang gizi. Dengan kata lain, diet dengan nutrisi yang optimal pada kondisi janin dalam kandungan, menyusui, dan sesudah lahir adalah satu mata rantai yang saling berkaitan, oleh karena itu solusi yang diberikan haruslah secara integral dan tidak memutus salah satu mata rantai saja.
Gizi buruk buah dari sistem Kapitalisme
Permasalahan kasus gizi buruk tidak hanya merupakan penyebab langsung dari kekurangan nutrisi atau infeksi, tidak lain merupakan dampak dari akumulasi berbagai persoalan akibat dari sistem kapitalisme saat ini, seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Krisis ekonomi memperburuk keadaan. Pengangguran semakin meningkat karena rendahnya penyerapan tenaga kerja akibat dari minimnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah dengan adanya sektor non-riil (lembaga keuangan dan perbankan), sehingga masyarakat memiliki penghasilan yang rendah untuk memenuhi kebutuhan baik sandang maupun pangan dan terutama adalah pendidikan. Makin jauhnya akses terhadap pendidikan berimplikasi pada kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki mengenai pola hidup dengan asupan nutrisi seimbang, kebersihan, dan sanitasi lingkungan yang baik.
Selain itu, sistem ekonomi saat ini berorientasi pada mekanisme pasar. Harga beras dan makanan pokok lainnya mengalami kenaikan harga dikarenakan pemerintah lebih banyak mengimpor daripada menggunakan hasil dari produksi negara sendiri. Kenaikan harga pangan telah mendorong sekitar 44 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan di negara berkembang sejak Juni 2010 (liputan 6.com). Tidak heran jika masyarakat menengah kebawah tidak dapat membeli bahan makanan kebutuhan mereka sehingga pemenuhan gizi kurang optimal. Ditambah lagi pelayanan kesehatan dari segi fasilitas dan sumber daya manusia yang kurang memadai dan tidak mudah untuk dijangkau.
Dana dari APBN untuk pementasan kemiskinan tidaklah juga merata dikarenakan standar miskin oleh pemerintah daerah adalah yang berpenghasilan Rp.7000 per hari atau jika menggunakan standar Bank Dunia Rp.20 ribu (2 USD) per hari. Begitu pula dana yang dikeluarkan oleh APBN untuk mengentaskan kasus gizi buruk tidaklah cukup, terbukti dari dulu hingga kini kasus gizi buruk masih menjadi potret buram di Indonesia.
Sebagian besar dana APBN untuk membiayai dana birokrasi dan hutang luar negeri yang mencapai Rp.1.768 triliun meningkat dari tahun sebelumnya berikut dengan bunganya. Selain hutang luar negeri, dana pemasukan APBN berasal dari sumber daya alam. SDA saat ini lebih banyak dikuasai oleh asing sekitar 90% dalam hal emas, tembaga, dan perak, begitu juga dengan migas mencapai 70% (al-wa’ie ed.137,ekonomi makin liberal) karena diberlakukannya UU Penanaman modal. Contohnya, PT.Freeport di Papua, Newmont, blok cepu yang disumbangkan kepada perusahaan exxon mobil , begitu pula PT. INDOSAT yang telah dijual kepada asing. Lebih miris lagi BUMN saat ini sebagai gudang privatisasi yang hanya akan menambah penderitaan rakyat Indonesia.
Solusi Islam mengentaskan Gizi buruk
Sistem kapitalisme yang tidak bersumber dari Allah swt.tentu membawa kerusakan dan penderitaan karena sistem tersebut merupakan buatan manusia yang berkiblat kepada asing. Sebagaimana firman Allah swt.:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(TQS.Ar-rum:41).
Kerusakan yang terjadi termasuk persoalan gizi buruk adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri yang berhukum kepada selain hukum Allah swt. Karena itu, kita harus kembali kepada hukum yang telah ditetapkan Allah swt dengan diterapkannya system pemerintahan Islam dalam bentuk khilafah Islamiyah sesuai dengan manhaj kenabian. Dialah maha pencipta dan pengatur paling mengetahui yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Allah swt.berfirman:
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS.Al-A’raaf:96)
Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".(TQS.thaaha:124)
Dalam sistem islam, Pemimpin berkewajiban untuk mengurusi rakyatnya dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup, seperti pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya. Pemimpin tidak akan membiarkan rakyatnya hidup dalam kemiskinan yang berdampak terjadinya gizi buruk. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Seorang pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap peliharaannya.”(HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Teladan kita sahabat Rasulullah SAW, yaitu Umar bin Khatab sewaktu menjadi pemimpin rela untuk memikul sekarung gandum dimalam hari hingga nafasnya terengah-engah dan jalannya terseok-seok untuk salah satu keluarga dari rakyatnya yang sedang kelaparan pada saat itu dikarenakan sikap amanah dan ketakwaannya kepada Allah swt. Lalu bagaimanakah dengan pemimpin kita saat ini?
Selain itu, benda-benda yang menguasai hajat hidup orang banyak menjadi milik umum, bukan milik segelintir orang saja. Sejak sistem kapitalisme berkuasa, pemilik modallah yang memegang kekuasaan atas kepemilikan umum sehingga hasil yang diperoleh tidak didistribusikan secara merata ke seluruh rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api”.(HR.Abu Dawud dan Ibn Majah).
Contoh dari kepemilikan umum itu tidak lain ialah barang-barang tambang, seperti : emas, tembaga, dan perak. Begitu juga dengan minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Semua itu adalah milik negara yang nantinya akan dipergunakan untuk kepentingan umum seperti pembangunan jembatan, pembangunan sekolah-sekolah,rumah sakit serta sarana umum lainnya yang selanjutnya digratiskan untuk rakyat. Khilafah juga akan mengembangkan berbagai industri-industri dalam pemanfaatan sumber daya alam dimana perjanjian kerja sama terhadap asing yang hanya akan mengeruk keuntungan ditiadakan, terutama dalam bidang pertanian, sehingga dengan adanya industri tersebut akan banyak menyerap tenaga kerja.
Dengan adanya pendidikan dan pelayanan kesehatan yang difasilitasi oleh Negara, tersedianya lapangan pekerjaan, dan didukung oleh kebijakan-kebijakan lainnya dalam sistem Islam akan menghasilkan generasi penerus sesuai dengan yang diharapkan untuk memajukan suatu bangsa.
Maka, dari itu marilah kita bersama-sama dalam memperjuangkan syariah Islam sebagai kewajiban dari Allah swt.dan demi kemaslahatan umat bersama.wallah a’lam bi ash-shawab.
0 komentar:
Post a Comment