Konsep pusat-pusat pertumbuhan merupakan salah satu konsep
pengembangan wilayah yang mempunyai kaitan sangat erat dengan aspek penataan
ruang dan mempunyai peranan yang cukup penting untuk mempercepat perkembangan
daerah. Baik daerah-daerah yang relatif terlambat perkembangannya, atau
daerah-daerah yang mengalami krisis karena habisnya sumber daya atau menurunnya
nilai sumber daya.
Usaha
pengembangan melalui strategi pusat-pusat pertumbuhan itu sendiri bukan berarti
hanya mengembangkan satu pusat pertumbuhan tunggal, tetapi akan mengembangkan
beberapa pusat pertumbuhan sesuai dengan tingkatannya (hirarki) yang mempunyai
fungsi dan peranan tersendiri. Sistem pusat pertumbuhan yang terbentuk ini akan
mempengaruhi penyediaan fasilitas perkotaan yang merupakan konsekuensi dari
fungsi dan peran yang akan disandang oleh tiap pusat pertumbuhan. Dalam
pelaksanaannya, penerapan fungsi dan peran dari setiap pusat juga harus
disesuaikan dengan karakteristik daerah yang bersangkutan dan daerah yang
dipengaruhinya atau daerah di belakangnya.
Friedmann
memberikan beberapa pendekatan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Menentukan pusat-pusat
pertumbuhan utama yang mempunyai kapasitas pertumbuhan yang tinggi.
2.
Menentukan daerah pengaruh dan
arah pelayanan dari titik-titik pertumbuhan.
3.
Menentukan daerah belakang dan
regionalisasi.
4.
Mengukur tingkat pelayanan di
setiap pusat-pusat pertumbuhan yang terpilih.
5.
Meluaskan jaringan jalan yang
difokuskan pada pusat-pusat pertumbuhan.
6.
Mengukur potensi aksesibilitas
antar pusat-pusat pertumbuhan.
7.
Mengembangkan pusat-pusat
perkotaan di pusat-pusat pertumbuhan.
8.
Menggali kemungkinan untuk
mengembangkan industri ringan dan industri padat karya pada pusat pertumbuhan.
9.
Melakukan usaha mengubah pola
pertanian subsistem kepada pertanian komersial.
10.Menentukan
kegiatan perekonomian dasar di pusat-pusat pertumbuhan.
Aktifitas
kegiatan primer terkait dengan sistem perdagangan yang lebih luas (makro),
meliputi produsen barang (industri) hingga jasa ekspor – impor. Hampir semua
jenis aktifitas primer merupakan perdagangan dengan skala luas (regional,
nasional / internasional).
Pengembangan kegiatan primer di wilayah perencanaan, membutuhkan
dukungan fasilitas pergudangan, sebagai tempat penyimpanan stok barang, untuk
mengantisipasi aktifitas bangkar–muat barang yang relatif tinggi dan jasa /
lembaga keuangan untuk mendukung kelancaran aktifitasnya.
Pengembangan komponen kegiatan primer
diarahkan terkait dengan fungsi lainnya, khususnya sistem transportasi
mengingat aktifitas bongkar-muat dapat menimbulkan adanya perlambatan (delay) dan kemacetan (congestion) lalu-lintas disekitar
kawasan aktifitas primer tersebut. Karena secara tidak langsung kondisi tersebut
dapat mengurangi intensitas perdagangan, khususnya aktivitas perdagangan
eceran.
Pengembangan kegiatan sekunder mencangkup aktifitas yang langsung
mendistribusikan barang pada konsumen akhir, dalam hal ini penduduk itu
sendiri. Wujud fisik aktifitas antara lain dalam bentuk pasar, toko, pertokoan,
supermarket, warung, dan kios. Perkembangan aktifitas perdagangan jenis ini,
sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan demand penduduk.
Pengembangan aktifitas sekunder mengikuti pola pengembangan tata
ruang secara makro dibidang ekonomi serta kecenderungan perkembangan fisik
kawasan. Pengembangannya juga mempertimbangkan distribusi penduduk sebagai demand market, pola konsumsi serta
prospek ekonomi kegiatan (ditinjau dari potensi daya dukung berkembangnya
kegiatan).
Kegiatan sekunder diarahkan sesuai kebutuhan pada unit pelayanan
yang ada. Aktifitas sekunder dikembangkan menurut jenis dan skala pelayanan
fasilitas. Dengan dasar tersebut, maka pengembangan jenis aktifitas sekunder
diarahkan menurut penduduk pendukung dan jenis aktifitasnya. Pasar dikembangkan
melayani beberapa kelurahan (satu kecamatan), toko/warung dikembangkan pada
tiap kelurahan dan unit lingkungan sedangkan supermarket memiliki skala
pelayanan wilayah.
0 komentar:
Post a Comment