Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Sunday, July 22, 2012

STABILITAS POLITIK ATAU PERTUMBUHAN EKONOMI?

MANAKAH yang terlebih dahulu harus diwujudkan di Indonesia antara stabilitas politik dan kesejahteraan ekonomi? Menurut Samuel P. Huntington, “pembangunan ekonomi dan kestabilan politik merupakan dua sasaran yang satu sama lain berdiri sendiri, dan kemajuan yang diarahkan untuk mencapai salah satu sasaran tidak selamanya berkaitan dengan kemajuan untuk mencapai sasaran yang lain".

Meningkatnya kesejahteraan ekonomi, masih menurut Huntington, bisa memicu terciptanya stabilitas politik atau bisa juga menjadi penyebab kekacauan yang menciptakan instabilitas politik. Misalnya sebuah negara yang pembangunan ekonominya bagus dan kesejahteraan masyarakatnya tercipta secara merata maka akan membuat masyarakat tersebut hidup dalam ketentraman, sehingga bentuk-bentuk protes terhadap negara dalam hal pengentasan kemiskinan, misalnya, kemungkinannya akan lebih kecil terjadi.

Contoh lainnya, partai oposisi yang kerap memobilisasi massa sebagai instrumen untuk melakukan serangan politik kepada partai berkuasa yang mengendalikan roda pemerintahan dengan mengangkat isu kesejahteraan ekonomi akan mengalami kesulitan dalam hal melakukan konsolidasi terhadap elemen-elemen masyarakat (misalnya petani atau buruh) kalau ternyata kondisi masyarakat berada dalam kesejahteraan dan hidup dengan tentram. Di sinilah letak tercapainya kestabilan politik yang tercipta akibat adanya pembangunan ekonomi yang mensejahterakan.

Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi, pembangunan ekonomi yang tumbuh baik dan pesat akan mengubah kondisi masyarakat yang sebelumnya sangat apatis terhadap politik karena yang mereka pikirkan hanyalah “bagaimana mencari makan” untuk bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi yang sangat menekan mereka. Pembangunan ekonomi dapat pula merubah pola pikir masyarakat menjadi lebih berpendidikan dan cerdas. Meningkatnya kecerdasan masyarakat, terutama dalam hal pengetahuan tentang poitik, akan membuat masyarakat merasa perlu untuk masuk langsung dalam ranah politik. Masyarakat, dalam kondisi seperti ini, akan berupaya untuk menciptakan saluran-saluran ekspresi politik mereka masing-masing, seperti gerakan-gerakan demonstrasi, LSM atau partai politik. Banyaknya saluran-saluran yang muncul ini akan membuat persatuan politik akan sulit dicapai, karena meningkatnya jumlah pemain akan pula meningkatkan dinamisasi dalam lapangan politik.

Huntington juga menjelaskan bahwa “ketidakstabilan dan kekacauan politik muncul dalam kondisi di mana angka mobilisasi sosial dan perluasan partai politik cukup tinggi, sedangkan angka organisasi politik dan pelembagaan ternyata rendah". Pasrtisipasi politik yang timbul secara besar-besaran di tengah masyarakat yang tingkat intelektualnya terus meningkat tidak serta merta akan berdampak positif, hal itu justru dapat menambah intensitas konflik politik baik secara kualitatif maupun kuntitatif.

Demikian pula halnya dengan terciptanya stabilitas politik bisa juga berpengaruh pada terciptanya kestabilan ekonomi atau bahkan justru sebaliknya. Kondisi politik yang stabil membuat pemerintah selaku pengelola negara bisa berkonsentrasi pada cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sedangkan sebaliknya, situasi politik yang kacau membuat pemerintah terlebih dahulu harus memprioritaskan terciptanya situasi kondusif sebelum melakukan pembangunan. Karena pembangunan yang dilangsungkan di dalam sebuah daerah konflik, misalnya, akan membuat pembangunan tersebut tidak akan mudah berjalan dengan lancar, atau bisa saja akan menemui jalan buntu.

Huntington meyakini bahwa “dalam beberapa hal tertentu pembaharuan memang dapat mengurangi ketegangan dan mendorong terciptanya perdamaian, dan perubahan itu tidak terjadi dengan kekerasan". Sebaliknya, pembaharuan, dalam beberapa hal pula, malah membuka peluang bagi terciptanya ketegangan atau kekerasan yang bisa memicu terciptanya ketidakstabilan politik.

Dalam konteks Indonesia, kondisi perekonomian memang amburadul. Demikian pula dengan situasi politik yang jauh dari kestabilan. Kasus korupsi yang marak diberitakan di media massa menggambarkan bawa situasi politik Indonesia penuh hiruk-pikuk yang tidak berkesudahan. Belum lagi kondisi perekonomian masyarakat yang carut-marut seperti naiknya harga Sembako, matinya industri-industri berskala menengah ke bawah akibat efek dari kebijakan perdagangan bebas dan sebagainya. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 telah menciptakan sebuah kondisi sosial-politik yang bergejolak. Krisis ekonomi berimbas pula pada terciptanya ketidakstabilan politik. Gelombang protes yang maha besar di tahun 1998 yang melanda Indonesia yang berawal dari terjadinya krisis ekonomi melahirkan sebuah ketidakstabilan situasi politik yang berujung pada lengsernya Soeharto. Sebelum terjadi krisis ekonomi tersebut, rakyat telah terlebih dahulu merasa gerah dan geram akibat dari dikekangnya kebebasan bersuara mereka.

Lapangan politik Indonesia memang sangat jauh dari situasi kondusif, maka dari itu perlu kiranya diciptakan dulu suasana politik yang harmonis agar target pembangunan bisa dicapai dengan efektif dan efisien. Berbagai permasalahan politik yang mengguncang Indonesia harus segera diselesaikan, bukan malah disembunyikan karena suatu saat masalah yang tidak terselesaikan secara tuntas tersebut bisa mencuat kembali ke permukaan dan carut-marut politik tidak akan pernah berakhir.

Kondisi perekonomian masyarakat tidak akan pernah baik kalau para elite politik masih terus berkutat pada pergulatan antara sesama mereka. Para elite perlu menciptakan stabilitas politik dahulu dan mulai memikirkan bagaimana caranya melakukan pembangunan yang baik agar masyarakat hidup sejahtera.

STABILITAS POLITIK ATAU PERTUMBUHAN EKONOMI? Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment