Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Friday, July 13, 2012

PENYIMPANGAN GAGASAN

Pada prinsipnya seluruh manusia memiliki gagasan-gagasan. Jika anda membaca tulisan ini nah apa yang ada dalam diri anda tentang tulisan ini adalah gagasan. Mekanisme terbentuknya gagasan pada manusia memiliki sejarah yang panjang, terkait tentang instrumen yang di pakai, pada obyek gagasan sendiri apakah keseluruhan dimensinya dan yang paling menyita pikiran para pemikir tentang obyektifitas/subyektifitas gagasan itu sendiri.

Gagasan adalah kosa kata yang populer juga sering kali muncul dalam perdebatan filsafat,sains,sosiologi hingga mayoritas ummat beragama yang menaruh kecurigaan besar terhadapnya. Gagasan atau ide-ide di pahami sebagai "citra mental" terhadap sesuatu. Tentu penting kita bicarakan sama-sama tapi "anda harus kecewa"sebab ini bukan tulisan tentang seluk beluk perdebatan epistemolgi.

Gagasan manusia terhadap sesuatu memililki efek siginifikan terhadap platform tindakan. Jika "kesimpulan gagasan" anda mesti berdemokrasi maka semestinya anda berdemokrasi begitupula sebaliknya (tapi kayaknya perlu anda pikir-pikir sebelum di anggap kaum fundamentalis). Jika kesimpulan gagasan anda meniadakan yang transenden pada interaksi selayaknya anda bertindak demikian. Namun tidak jarang terjadi sebaliknya. Gagasan seseorang bisa sangat demokratis yang tercermin pada pernyataan yang retoris tetapi tindakan nihil nilai demokrasi. Nilai pluralitas, keterbukaan dan keadilan yang menjadi ciri demokrasi terbang bersama ambisi-ambisi.

Ada banyak nasehat dari manusia-manusia agung sepanjang sejarah tapi "mentok" di salah satu otak kita tanpa pernah bersambung dengan syaraf-syaraf otak lainnya (Tentu bukan maksud penulis mengatakan yang berpikir adalah otak sebab itu perdebatan "tempo doeloe". Bukankah otak hanya medium bagi akal manusia? sebagaimana mata yang menjadi medium bagi penglihatan atau telinga yang menjadi medium bagi pendengaran dan indera lainnya).Ada banyak “local wisdom” tapi berhenti di sudut-sudut kuping kita. Ada banyak kata yang terbaca oleh mata tapi tak bermakna bagi jiwa. Yah jiwalah yang memberi makna pada segala sesuatunya. Kejadian bisa saja sama tapi pemaknaan sudah pasti berbeda tergantung kualitas jiwa seseorang. Pada dasarnya semua yang datang dari Tuhan adalah ujian namun bagi jiwa yang lemah jadi bencana. Memberi makna sudah menjadi karakter manusia di samping potensi rasionalitasnya. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya demikian lirik lagu negeri kita. Jiwa menjadi perioritas dan badan belakangan.

Hal yang berbeda kita dapatkan pada ideology pembangunan Indonesia. Sebuah media mengabarkan bahwa Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin lagi terancam karena anggaran yang kurang bahkan tidak tetap. Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin tertatih untuk menjaga koleksi 16.316 judul buku fiksi, 11.990 judul buku nonfiksi, 457 judul buku referensi, 772 judul buku/naskah drama, 750 map berisi biografi pengarang, 15.552 map kliping dari berbagai sumber, 610 lembar foto pengarang, 571 judul makalah, 630 judul skripsi dan disertasi, serta 732 kaset rekaman suara dan 15 kaset rekaman video dari para sastrawan Indonesia. Sastra adalah urusan jiwa sedangkan mall berjibaku itu hanya memperparah sifat konsumtif kita bahkan mematikan pedagang kecil seperti yang terjadi pada tetangga saya. Ah negeri kita memang sudah menyimpang jauh.

Pada negeri kita penyimpangan gagasan itu amat telanjang. Dimusim kampanye berbicara tentang kecemerlangan bangsa ketika terpilih kembali tapi apa yang terjadi? Kita tentu sama-sama tidak tau karena memang tidak mau tau. Kita telah cacat,cacat makna. Di kota ini diimpikan oleh sebagian “pemimpi” menuju kota dunia tapi rintik-rintik hujan telah membuatnya kebanjiran. Yah Makassar kota dunia hanya impian tanpa makna.

Makassar Gemar Membaca tak pernah membaca. Berhenti secepat kampanye politik. Makassar Gemar Membaca telah pula dilupakan mungkin karena memang hanya jasad. Selayaknya rongsokan Hp saya yang tak lagi berguna bahkan untuk menyimpannya saja telah enggan. Padahal Berdasarkan kajian UNESCO, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang punya minat baca tinggi. Satu buku rata-rata dibaca lima orang. Menurut Lucya Andam Dewi (Ketua IKAPI), laporan dari toko-toko buku di seluruh Indonesia menyebutkan ada 15.000- 18.000 judul buku/tahun yang diterbitkan. Malaysia yang penduduknya lebih kecil dari Indonesia bisa menerbitkan sekitar 12.000 judul buku/tahun, sedangkan Jepang bisa menerbitkan 100.000 judul buku/tahun.

Dan banyak lagi penyimpangan gagasan lainnya…Gagasan saya telah patah semoga bukan tanda-tanda akan menyimpangkan gagasan.

PENYIMPANGAN GAGASAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment