Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Friday, June 8, 2012

Antara Aqidah Islam dan Nasionalisme

Sekitar 14 abad yang lalu, telah berdiri sebuah Negara adidaya yang menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berdirinya. Sebuah Negara yang mampu menyatukan manusia dalam bingkai ukhuwah atas dasar aqidah, yakni aqidah Islam. Itulah Daulah Islam (Negara Islam), yang diproklamirkan oleh Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawarah yang kemudian diteruskan oleh para penerus estafet kepemimpinan kepala Negara tersebut dimulai dari masa Khulafaur Rasyidin hingga berakhir pada masa Khilafah Ustmani pada tanggal 3 maret 1924 silam.
Sejak runtuhnya institusi Khilafah pada 1924 itulah yang mengakibatkan umat Islam yang berjumlah 1,57 milyard hidup dengan kondisi terkotak-kotak atas nama nation-state atau Negara bangsa. Akibatnya, tiap-tiap individu umat Islam tidak saling menyatu baik dalam perasaan, pemikiran maupun system/aturan, sehingga lenyaplah kehidupan Islam yang berlandaskan atas aqidah dan syariah Islam di dalam kehidupan mereka dalam bermasyarakat.
Islam adalah sebuah agama yang terdiri atas aqidah dan syariah. Aqidah sebagai dasar atas berfikir serta syariah Islam sebagai sebuah system hidup sekaligus sebagai sebuah system hidup. Mahmud Syalthut menyatakan, "Di dalam Islam, akidah adalah landasan pokok (al-ashl) yang membangun syariat. Syariat refleksi aqidah. Oleh karena itu, tidak ada syariat tanpa keberadaan akidah. Tidak ada penerapan syariat Islam kecuali di bawah naungan akidah Islamiyyah. Sebab, syariat tanpa dilandasi akidah seperti bangunan tanpa dasar."
Kalimat Tauhid, Laa ilaha illa Allah, Muhammaddarasulullah adalah kalimat yang mengikat Umat Islam satu sama lain. Aqidah inilah yang menyebabkan meleburnya sahabat Abu Bakar yang Arab dengan Salman yang berasal dari Persia dengan Bilal yang orang Ethiopia dengan Shuhaib yang berasal dari bangsa Romawi. Tidak ada ikatan lain selain daripada ikatan aqidah pada waktu itu yang menjadi pengikat antar sahabat di masa Rasulullah dan umat setelahnya hingga sebelum Khilafah Ustmani runtuh, bukan pula ikatan kesukuan atau etnis, termasuk bukan pula ikatan Nasionalisme.
Nasionalisme menurut Hans Kohn diartikan sebagai "keadaan pada individu yang dalam pikirannya merasa bahwa pengabdian paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah air". Nasionalisme sesungguhnya ide absurd, tidak mengandung suatu pengertian yang pasti, yang muncul dari hawa nafsu egoisme jahiliah semata.
Nasionalisme bukan ide yang layak untuk membangkitkan umat manusia. Sebab dalam suatu kebangkitan, diperlukan suatu pemikiran yang menyeluruh (fikrah kulliyah) tentang kehidupan, alam semesta, dan manusia, serta pemikiran tertentu tentang kehidupan untuk memecahkan problem kehidupan

Antara Aqidah Islam dan Nasionalisme Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

0 komentar:

Post a Comment