Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita dan Realitas

Friday, July 8, 2011

PARADIGMA DAKWAH KAUM PEDALAMAN


A.    Pengertian Dakwah

Sebelum penulis memberikan pengertian dakwah secara umum, maka terlebih dahulu penulis memberikan pengertian dakwah menurut arti kamus.
a.       Pengertian dakwah secara bahasa
kata dakwah  berasal dari Bahasa Arab dengan akar kata
  yang berarti menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu.[1]
Drs. Abd. Rosyad Shaleh, dalam buku Manajemen Dakwah Islam Memberikan pengertian dakwah secara bahasa :
Panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam Bahasa Arab disebut mashdar. Sedang bentuk kata kerja atau Fi’ilnya adalah da’a-yad’u yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak.[2]

Dari kedua pengertian diatas, dapatlah diambil sebuah kesimpulan bahwa dakwah adalah merupakan suatu kegiatan untuk mengajak, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku ataupun dalam bentuk sosial kemasyarakatan.
b.      Pengertian dakwah menurut istilah
Beberapa pakar memberikan pengertian dakwah menurut istilah, diantaranya :
1.      Syekh Ali Mahfuz, memberikan defenisi tentang dakwah sebagai berikut :

Terjemahnya :
Mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan mungkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat’[3]

2.      Drs. Hamzah Yaqub, dalam bukunya yang berjudul Publistik Islam, memberikan pengertian dakwah dalam Islam yaitu “ mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya”.[4]
3.      Prof. Toha Yahya Omar, MA mengemukakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka       di dunia maupun di akhirat.[5]
Dari beberapa defenisi dakwah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan bahwa dari sekian banyak pendapat tentang defenisi dakwah yang mana redaksinya berbeda-beda akan tetapi maksud yang dikandungnya tetap sama yaitu adanya kebersamaan dalam memanggil, mengajak dan menyeru manusia untuk melaksanakan amal ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran agar mereka mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.

B.     Sendi Dasar dalam Berdakwah
Berbicara tentang sendi dasar dalam berdakwah, maka sudah jelas bahwa Al-Qur’an dan Hadits merupakan sendi dasar dalam berdakwah. Apabila diperhatikan Al-Qur’an dan As-Sunnah  maka  dapat diketahui bahwa dakwah menduduki tempat dan posisi utama, sentral, strategis dan menentukan. Keindahan dan kesesuaian Islam  dan perkembangan zaman, baik dalam sejarah maupun prakteknya, sangat ditentukan oleh kegiatan dakwah yang dilakukan oleh umatnya.[6] Materi dakwah maupun metode yang  tidak tepat  sering kali menimbulkan persepsi serta gambaran yang kurang baik atau keliru mengenai Islam. Demikian pula kesalahpahaman tentang makna dakwah mengakibatkan kesalahlangkahan  dalam operasional sehingga sering kali dakwah tidak membawa perubahan apa-apa, padahal tujuan dakwah adalah untuk mengubah kehidupan masyarakat serta cara berpikir ke arah yang lebih baik, terutama  kesadaran dalam menjalankan  seluruh ajaran  Agama, dan mendapatkan kesejahteraan lahir maupun batin.
Pada dasarnya dakwah merupakan aktualisasi iman yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, bersikap dan bertindak lebih-lebih cara berpikir manusia pada tataran kenyataan individual dan sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran islam yang murni dalam kehidupan manusia.
Sendi dasar dalam berdakwah tidaklah berbeda dengan tujuan diturunkannya Al-Qur’an yang meliputi tiga bidang yaitu: Aqidah, Ibadah, dan Akhlak.
1. Aqidah
Menurut bahasa aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu :
                                 yang berarti menyimpulkan, membuhulkan.[7] Bentuk jamak dari ‘aqidah adalah ‘aqaid yang berarti simpulan atau ikatan iman. Dari kata itu muncul pula kata ‘I’tiqad yang berarti tyashdiq atau kepercayaan.[8]
Pengertian aqidah dari segi istilah atau keimanan terdiri dari enam perkara yaitu:
a.       Makrifat kepada Allah,[9] makrifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, juga makrifat dengan bukti-bukti wujud ada-Nya serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta. Makrifat juga diartikan oleh para sufi sebagai pengetahuan tentang Tuhan melalui hati sanubari.
b.      Makrifat alam dibalik alam semesta, yaitu alam yang tidak dapat dilihat, termaksud kekuatan kebaikan yang terkandung didalamnya yang berbentuk malaikat dan kekuatan-kekuatan jahat yang berbentuk iblis serta makrifat terhadap alam yang lain seperti jin dan roh.
c.       Makrifat terhadap kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul sebagai pembeda antara yang Haq dan yang batil, yang baik dan yang buruk serta yang halal dan yang haram.
d.      Makrifat dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya yang diplih untuk membimbing manusia ke arah yang benar.
e.       Makrifat terhadap hari akhirat dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan itu seperti kebangkitan dari kubur (hidup sesudah mati), serta memperoleh balasan dari setiap perbuatan yang disebut surga dan neraka.
f.       Makrifat kepada takdir (qadha dan qadar) yang di atas landasan itulah peraturan segala yang ada di alam semesta ini berlaku baik dalam penciptaan maupun para pengaturnya.
Memperhatikan uraian di atas, nampak bahwa aqidah identik dengan rukun iman yang enam, sesuai dengan bunyi hadits Rasulullah di bawah ini:




Terjemahnya :

“Dari Abu Umar bin Khattab berkata: Rasulullah SAW bersabda, Iman itu ialah percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhirat serta mempercayai qadhar yang baik dan buruk-Nya’.  (H.R. Muslim).[10]

Percaya bahwa Allah itu ada, adanya alam gaib, Nabi dan Rasul, kitab Al-Qur’an dan kitab-kitab yang lainnya yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi yang lain, adanya hari kiamat yang pasti terjadi juga adanya surga dan neraka semuanya termasuk bahagian dari iman atau aqidah dalam Islam.
Dakwah tentang aqidah merupakan dakwah mengenai keesaan Tuhan, aqidah adalah suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa Tuhanlah yang menciptakan, menghidupkan serta memberi hukum kepada manusia, sehingga Tuhanlah yang berhak disembah. Dalam arti meyakini adanya Tuhan yang wajib disembah sesuai dengan firman Allah dalam surah Adzdariyat (51):56.
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9                           
Terjemahnya:

‘Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah/beribadah kepada-Ku’. [11]

Selain itu, tauhid juga merupakan pernyataan tentang keesaan Tuhan sebagaimana dalam QS.Al-Ikhlas (112);1-4.
ö@è% uqèd ª!$# îymr& . ª!$# ßyJ¢Á9$# . öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qム. öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr&
Terjemahnya:
‘katakanlah: “Dialah Allah yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak pula     di peranakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.[12]

Surah ini mengandung dasar utama mengenai dakwah Nabi yang menjelaskan tentang prinsip tauhid kepada Allah, keadaan sesudah mati serta amal dan balasannya di hari kemudian.[13]
Rukun iman yang kedua adalah iman kepada malaikat yang juga merupakan hal pokok dalam ajaran Islam yang disampaikan Nabi kepada semua umat manusia. Sehubungan dengan masalah malaikat yang disebut makhluk yang mulia sesuai dengan firman Allah QS.At-Tahrim (66):6.
$pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sãƒ

Terjemahnya:

…’Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada-Nya dan mereka selalu mengerjakan terhadap apa yang diperintahkan-Nya’.[14]

Ayat di atas menjelaskan kepatuhan malaikat yang selalu menjalankan perintah Allah. Oleh sebab itu percaya kepada malaikat adalah merupakan sebagian dari keimanan kepada Allah SWT. Ini berarti bahwa jika seseorang belum meyakini tentang keberadaan malaikat, maka orang tersebut belum sempurna keimanannya kepada Allah.
Iman kepada para malaikat dan para Rasul merupakan dua unsur yang saling berkaitan, keduanya adalah ujung dari jalan Risalah Allah kepada manusia dan makhluk-Nya, Malaikat adalah pembawa wahyu kemudian para Rasul menyampaikan kepada  manusia.
Risalah Tuhan itu adalah wahyu Allah kepada Rasul-Rasul yang di atas kepada umat manusia sepanjang sejarah. Rasul-Rasul yang menerima wahyu adalah manusia pilihan Tuhan di antara kelompok-kelompok manusia yang memiliki ciri serta karakter tersendiri, baik dari segi jasmani maupun rohaninya. Wahyu yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul disebut suhuf atau kitab. Setiap Rasul yang diutus Tuhan kepada manusia senantiasa dipersenjatai dengan kitab suci untuk dijadikan pedoman dalam memimpin umatnya dan sekaligus dijadikan undang-undang bagi manusia yang di pimpinnya.
Manusia wajib beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul karena itu adalah salah satu dari rukun iman. Kewajiban mengimani kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul serta menjadikannya pedoman hidup merupakan realisasi dari keimanan, dalam hal ini penulis menekankan bahwa yang patut dijadikan pedoman adalah Al-Qur’an yang senantiasa terjamin keasliannya serta hadits Nabi.
Selain dari keimanan ketiga hal tersebut di atas, maka kita juga wajib beriman kepada para Rasul yang pernah diutus oleh Allah walaupun mereka adalah manusia biasa, akan tetapi mereka telah mendapat petunjuk kelebihan tersendiri dibanding dengan manusia biasa.
Mereka memiliki sifat-sifat yang khas merupakan keistimewaan mereka yang melebihi dari manusia biasa. Jadi konsekwensi tentang percaya kepada para Rasul adalah merupakan contoh tauladan atau uswatun hasanah bagi manusia biasa. Para Rasul adalah manusia biasa yang diberi kelebihan oleh Allah, sesuai dengan firman-Nya: QS. Al-Baqarah (2):253.
y7ù=Ï? ã@ߍ9$# $oYù=žÒsù öNßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ ¢ Nßg÷YÏiB (>>>>>

Terjemahnya:

“Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain…”[15]

Dari ayat tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa para Rasul mempunyai kelebihan tersendiri yang diberikan oleh Allah kepadanya dan juga mendapat jaminan dari-Nya terhadap sesuatu yang tidak layak diperbuatnya.
Yang tidak terkecuali dari  soal keimanan adalah iman kepada hari akhirat, mempercayai akan adanya Allah, Malaikat, kitab dan Rasul-Nya, maka konsekwensinya adalah mempercayai adanya hari akhirat.
Dengan adanya hari akhirat/kiamat itu, maka manusia kan dihisab dan semua perbuatanya selama hidupnya di dunia akan diungkapkan, tidak ada lagi yang ditutup-tutupi maka manusia menunggu amal perbuatannya dan mereka akan mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhannya.
Rukun iman yang keenam adalah iman kepada qadha dan qadar yang biasa disebut dengan takdir. Beriman kepada qadha dan qadar adalah meyakini dengan benar tentang adanya ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan.
Dalam hal ini seorang da’i yang menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat yang masih rendah pemahamannya tentang qadha dan qadar memerlukan penjelasan yang dalam, karena apabila pemahaman masyarakat mengenai qadha dan qadar tidak jelas maka akibatnya  akan fatal, seperti kekeliruan masyarakat umum yang menyatakan bahwa:
‘segala nasib baik dan buruk seseorang telah ditetapkan secara pasti oleh Tuhan. Manusia adalah ibarat robot Tuhan, maka segala kenyataan hidup haruslah diterimanya apa adanya dengan sabar’.[16]

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, jika pemahaman ini muncul dalam diri seorang muslim, maka ia akan malas berusaha, olehnya itu hal ini betul-betul memerlukan pemahaman yang mendalam dari seorang Da’i kepada masyarakat. Dengan adanya kekuasaan Allah tersebut, yang dapat menetapkan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah kehendak-Nya. Beriman kepada qadha dan qadar adalah suatu kewajiban sebab segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia adalah kehendak Allah, manusia hanya berusaha sesuai dengan firman-Nya, QS. Al Furkan (25):2.
Åt,n=yzur ¨@à2 &äóÓx« ¼çnu£s)sù #\ƒÏø)s?
Terjemahnya:

‘…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya’.[17]

Dari ayat di atas memberikan kejelasan bahwa manusia hanya berusaha, berikhtiar, tawakal serta berdoa semoga mendapat takdir yang baik dan terhindar dari takdir atau hal-hal yang dapat menyengsarakan dirinya. Walaupun takdir merupakan suatu ketetapan, akan tetapi bukanlah suatu ketetapan yang mutlak adanya, artinya bahwa nanti dikatakan takdir apabila manusia sudah melakukan usaha atau upaya, kemudian berserah diri kepada Allah dengan segala jiwa dan raganya, maka hal tersebut baru dikatakan takdir.
Dengan adanya penjelasan tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa manusia wajib berusaha sekuat tenaga akan tetapi keberhasilan sudah ditentukan oleh Allah.


2.  Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa Arab ‘Abada-ya’budu-ibadatan/ubudatan dan ubudiatan yang berarti menyembah, menurut, dan merendahkan diri”.[18] Ibadah berarti pula penyerahan secara mutlak dan kepatuhan baik lahir maupun batin kepada kehendak Illahi.
Abuddin Nata, memberikan pengertian ibadah secara terminologi, yaitu:
Ibadah ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan mengerjakan segala sesuatu yang diizinkan-Nya.[19]

Dari defenisi di atas dapat dipahami bahwa ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengerjakan apa yang diizinkan. Ibadah itu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus, ibadah yang umum meliputi segala apa yang diizinkan Allah dengan perinciannya, tingkat serta cara-caranya yang telah ditentukan.
Ibadah dalam artian umum meliputi segala kegiatan manusia, baik yang dilakukan dalam hubungannya dengan ekonomi dan sosial maupun kegiatan muamalat lainnya yang didasarkan pada kepatuhan, ketundukan dan keikhlasan kepada Allah SWT. Sedang ibadah dalam arti khusus mencakup tata cara serta rinciannya telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya seperti cara melaksanakan sholat, puasa dan haji.
Begitu pentingnya ibadah sehingga di dalam Al-Qur’an kata ibadah termaksud paling banyak disebutkan, tidak kurang dari enam puluh kali, belum lagi kata-kata yang seakar atau serumpun dengannya. Diantaranya ayat yang menyebutkan tentang ibadah yaitu QS.Al-Kahfi (18):110.
`yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr&
Terjemahnya:

‘…Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya’[20].

Selain ayat tersebut di atas masih banyak ayat yang menjelaskan tentang ibadah. Seperti QS.An-Nisa (14):172, QS. Maryam (19) ayat 65.
Ayat-ayat tersebut di atas secara langsung menerangkan bahwa zat yang paling berhak disembah atau diibadahi hanyalah Allah SWT. Dan penyembahan kepada selain Allah tidak dibolehkan. Disamping itu ayat tersebut berisi larangan menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepada-Nya. Dalam beribadah diperlukan keteguhan hati tanpa sedikitpun keraguan.
Dengan demikian, jelas bahwa ibadah merupakan ikhwal penting dan wajib dilakukan oleh umat manusia. Semua ibadah dalam Islam seperti puasa, zakat dan haji kesemuanya bertujuan membuat rohani manusia senantiasa mengingat kepada-Nya. Keadaan jiwa/rohani yang senantiasa ingat kepada-Nya dapat meningkatkan kesucian jiwa. Kesucian jiwa akan menjadi kendali hawa nafsu agar tidak melanggar nilai-nilai moral, peraturan dan hukum Tuhan.
3. Akhlak
Akhlak adalah salah satu pokok dakwah dalam Islan, kata akhlak berasal dari Bahasa Arab jamak dari kata khuluk artinya perangai atau tabiat. Dalam Bahasa Indonesia sehari-hari akhlak disamakan dengan budi  pekerti, kesusilaan atau sopan santun. Bahkan ada yang mengatakan bahwa asal kata akhlak adalah dari kehidupan yang mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khaliq dan makhluk.
Perumusan akhlak merupakan koleksi utama yang memungkinkan timbulnya interaksi baik antara makhluk dan khaliqnya serta antara makhluk dan makhluk lainnya. Dengan demikian berbicara masalah akhlak berarti menyinggung masalah yang bersangkut paut dengan khaliq dan makhluk yang didalamnya terkandung nilai-nilai moral dan etika tauhid kepada Allah SWT, yang pada garis besarnya akhlak terbagi menjadi dua yaitu akhlak mahmudah (baik) dan akhlak mazmumah (buruk).
Karena akhlak merupakan perbuatan tanpa pemikiran, ia adalah kebiasaan yang dilaksanakan secara terus menerus. Jika seseorang memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain maka orang tersebut belum dapat dikatakan berakhlak baik, bila belum dilihat lebih lanjut apakah perbuatan sama dilakukan pada kesempatan lain atau tidak. Jika perbuatan tersebut dilaksanakan terus menerus maka orang tersebut dapat dikatakan berakhlak, tetapi jika tidak, maka tidak ada alasan untuk mengatakan orang tersebut berakhlak karena sikap dan perbuatan yang dilakukan belum tetap dan belum mendarah daging atau belum menjadi kebiasaan.
Oleh karena itu apabila seseorang terlihat pemurah karena memberikan sesuatu kepada orang lain, perbuatan tersebut belum bisa dikatakan sebagai akhlaknya, sebelum jelas apakah perbuatan tersebut dilakukan secara berkesinambungan atau hanya sewaktu-waktu saja.
Dengan kata lain, akhlak adalah suatu bentuk keadaan jiwa yang benar-benar telah meresap, dengan demikian akan timbul berbagai perbuatan secara spontan, mudah, terus-menerus tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran atau renungan serta angan-angan. Apabila hal tersebut ada pada seseorang, maka perbuatan baik menurut syariat agama akan terjadi, hal tersaebut dapat dikatakan budi pekerti atau akhlak yang mulia. Sebaliknya jika akal yang timbul tidak dibarengi dengan syariat agama maka yang tinbul adalah akhlak yang tercela, singkatnya akhlak adalah suatu perbuatan yang sudah meresap, terpatri dan sudah mendarah daging dalam diri seseorang yang dilakukan secara kontinyu, spontan, ringan dan mudah tanpa memerlukan renungan atau pemikiran. Perbuatan ini dapat berbentuk baik dan dapat pula berbentuk buruk.
Ukuran baik dan buruk dari suatu perbuatan adalah akal dan syariat agama. Disinilah akan jelas perbedaan akhlak dan moral. Dalam bahasa latin moral mengandung arti perilaku atau perbuatan lahiriah. Jadi tindakan orang yang bermoral, hanya berarti bahwa seseorang melakukan perbuatan baik dengan pedoman pada perbuatan motif material saja. Sikap baik tersebut biasanya ada selama ikatan-ikatan material ada termaksud didalamnya penilaian manusia yang ingin memperoleh popularitas dan pujian dari manusia lain, sutu sikap yang tidak punya hubungan baik dan mesra dengan yang Maha Kuasa.
Perilaku seseorang yang hanya mempunyai moral saja tidaklah mempunyai akar yang menghunjam dalam jiwa. Akibatnya ia mudah goyah dan menghilang, hal ini berbeda dengan akhlak yang terbit dari lubuk jiwa yang paling dalam, karena ia mempunyai kekuatan yang hebat.
Akhlak Islam sebagaimana yang disebutkan di atas adalah didasarkan pada ajaran Allah SWT dan sunnah Rasul, ia merupakan produk jiwa tauhid atau aqidah yang bersumber dari Allah SWT. Dalam sejarah disebutkan bahwa orang yang paling sempurna akhlaknya adalah Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa beliau memiliki budi pekerti yang agung dan perlu dicontoh oleh umat manusia. Akhlak beliau itulah yang menjadi modal utama dalam menyampaikan dakwahnya serta menjadi modal besar dalam memimpin umatnya, sehingga menimbulkan daya tarik dan wibawa yang kuat, segi akhlak inilah yang menjadi inti sari dari semua ajaran-ajarannya, terlihat dari pernyataan beliau. “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan keutamaan akhlak”.
Karena akhlak terbagi dua, akhlak baik dan buruk. Menurut Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali “induk akhlak yang baik terbagi empat yaitu hikmah atau kebijaksanaan, keberanian, lapang dada dan keadilan”.[21]
Hikmah atau kebijaksanaan timbul dari kekuatan akal yang dengan secara mudah dapat diketahui perbedaan antara yang benar dan yang salah. Hikmah tumbuh dari kekuatan akal yang berjalan sesuai dengan petunjuk agama, hikmah demikianlah yang menjadi sumber timbulnya akhlak yang mulia.
Akal yang digunakan secara berlebihan tanpa mengikuti petunjuk agama, maka kebijaksanaan atau akhlak yang baik tidak akan timbul, yang muncul adalah keburukan atau kekejian. Sebaliknya jika akal terlalu lemah yang timbul adalah kabodohan. Oleh karena itu yang baik adalah menggunakan akal secara pertengahan, dengan cara ini akan timbul kebijaksanaan yang merupakan pangkal lahirnya akhlak yang baik seperti renungan yang baik, pikiran yang cerdas, prasangka yang tepat dan kecerdikan dalam meneliti suatu perbuatan. Sebaliknya penggunaan akal tanpa pengendalian agama, akan melahirkan akal yang buruk seperti suka menipu, berhati busuk dan beberapa akhlak tercelah lainnya.
Kedua, keberanian timbul dari kekuatan nafsu yang dikendalikan oleh petunjuk akal dan agama. Kalau kekuatan nafsu itu berlebihan seorang menjadi sembrono, sebaliknya jika kekuatan nafsu itu melemah yang timbul adalah jubun (pengecut) dan khaurun (lemah, tidak bertenaga). Dengan demikian nafsu yang berlebihan penggunaannya dapat membahayakan manusia yang bersangkutan, demikian pula jika ia melemah, karena itu yang baik adalah penggunaan nafsu yang sesuai petunjuk akal dan agama secara seimbang. Penggunaan nafsu yang seimbang akan menimbulkan keberanian, dan syariat dari keberanian itu akan lahir akhlak terpuji seperti sifat pemurah, penolong, tahan menghadapi cobaan, lemah lembut dan lain-lain. Dan sebaliknya nafsu yang berlebihan akan menimbulkan akhlak tercela seperti  keberanian yang membabi buta, angkuh dan sebagainya.
Ketiga, lapang dada adalah kekuatan syahwat yang berjalan dibawah kendali akal dan agama yang seimbang. Dari lapang dada inilah timbul sifat-sifat yang mulia seperti peramah, rasa malu, pemaaf, wara’, halus perasaan dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika syahwat  itu berjalan tanpa kendali akal dan agama akan timbul akhlak yang buruk seperti tamak, rakus, tak punya rasa malu, boros, riya, keji dan sebagainya.
Keempat, adalah keadilan, ini merupakan sikap merupakan antara pengekangan hawa nafsu syahwat dan nafsu amarah dibawah bimbingan agama dan akal. Dari sini juga timbul akhlak terpuji seperti disebutkan di atas. Akhlak yang demikian itu juga intinya bertujuan mandidik manusia mensucikan jiwanya, mengangkat kedudukannya ketempat yang terhormat, baik secara individual maupun secara kolektif dan mengajarkan tolong menolong diantara sesama manusia dengan sikap-sikap yang positif.

C.    Fungsi dan Tujuan Dakwah
  1. Fungsi dakwah
Diutusnya Rasulullah SAW kemuka bumi ini untuk menyampaikan risalah dan petunjuk bagi umat manusia, yaitu menyebarkan agama Allah (Islam). Agama Islam sebagai agama terbesar dimuka bumi ini disiarkan melalui dakwah. Jadi dakwah berfungsi untuk menyampaikan ajaran Islam kepada manusia untuk dilaksanakannya, sesuai dengan kewajiban yang diamanahkan kepada umat manusia.
Dalam perjalanan peradaban umat manusia, dakwah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan, karena didalamnya senantiasa menyangkut aktifitas untuk mendorong manusia melaksanakan ajaran yang disyariatkan, sehingga segala aktivitas dalam hidup dan kehidupannya senantiasa diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Fungsi dakwah dapat dilihat dari dua segi, antara lain :
a.       Dari segi isi
1.      Menanamkan pengertian, yaitu memberikan penjelasan tentang ide-ide ajaran islam yang disampaikan, sehingga orang dapat mengetahui dengan benar dan jelas bagaimana ajaran islam yang sebenarnya sesuai dengan yang disyari’atkan.
2.      Memberikan kesadaran, yaitu menggugah kesadaran manusia agar timbul semangat dan dorongan dari dalam dirinya agar melaksanakan nilai-nilai yang disyari’atkan, sehingga kesadaran ini akan mengarahkan kepada tindakan amaliah sebagai suatu reaksi dari keimanan.
3.      Melestarikan tingkah laku, yaitu timbulnya suatu tingkah laku yang merupakan reaksi dari pengertian dan kesadaran yang benar sehingga ajaran Islam dapat dipraktekkan dari segala aspek kehidupan.
4.      Melestarikan hidup, yaitu mengupayakan agar ajaran Islam yang telah tertanam dalam diri seseorang atau masyarakat dapat dilestarikan dalam kehidupan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa betapa besar fungsi dakwah itu karena menyagkut aktivitas untuk mendorong manusia melaksanakan ajaran Islam, sehingga seluruh aspek kehidupannya senantiasa diwarnai oleh nilai-nilai keislaman.

    1. Dari segi misi perubahan dan pembentukan masyarakat.
Dakwah sebagai agen pembaharu dan pembentukan masyarakat, maka dakwah mempunyai fungsi yang sangat besar. Fungsi dakwah sebagai agen pembaharu antara lain sebagai  berikut :
1)      Dari segi praktisnya adalah dakwah memajukan dalam segala tingkah laku manusia yang positif dan bersifat baik sehat dan memberikan tuntunan hidup kepada manusia yang lebih praktis dan religius.
2)      Dari segi alam dan keadaan manusia sendiri, yaitu dakwah akan mengembalikan manusia kepada alamnya yang benar menurut fitrahnya.
3)      Dari segi peranan sebagai pembaharu masyarakat, yaitu dakwah selalu memberikan angin baru dan pedoman yang akan lebih menguntungkan manusia. Dakwah akan senantiasa memberikan bimbingan kepada manusia, bagaimana seharusnya manusia dalam bertindak dan bertingkahlaku dalam arah kemajuan serta mengarahkan manusia ke arah yang konstruktif. 
4)      Dari segi kehidupan serta tujuan hidup manusia, yaitu dakwah akan memberikan filter atau alat penyaring untuk meluruskan pandangan hidup manusia yang sewaktu-waktu terjadi penyelewengan dalam kehidupannya.
5)      Dari segi diri manusia, yaitu dakwah akan selalu memberikan motivasi terhadap perbuatan baik dan berusaha menekan perbuatan negatif.
6)      Dari segi keinginan manusia, yaitu dakwah akan memberikan petunjuk mana yang harus dilalui dan mana yang harus dihindari dalam memenuhi kepuasan dan keinginannya.
7)      Dari segi hubungan manusia dengan Tuhan, maka dakwah merupakan misi uluhiyah yang mengajarkan moralitas, etika dan pengembangan rohani manusia serta menetapkan kedudukan manusia sebagai hamba Allah SWT yang paling sempurna.
Dari sekian banyak fungsi dakwah yang telah dikemukakan di atas, maka semakin jelas bahwa betapa besar fungsi dakwah itu dalam kehidupan manusia serta luasnya arena yang akan ditempuh oleh dakwah yang kesemuanya berkisar pada manusia sebab manusia adalah sentral dakwah.
2.   Tujuan Dakwah
Dakwah adalah suatu bahagian yang pasti ada dalam kehidupan ummat beragama. Dalam ajaran Islamdakwah merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan serta mempunyai tujuan yang jelas dan mampu dijangkau oleh manusia dalam mencapai nilai-nilai tertentu, oleh karena itu tujuan dakwah adalah merupakan cita-cita yang harus dicapai dalam kegiatan dakwah yang pada hakekatnya identik dengan tujuan dutusnya Rasulullah SAW.
Dalam pelaksanaan dakwah harus menetapkan tujuan yang jelas supaya proses penyelenggaraan dakwah dapat berjalan dengan lancar, karena tanpa tujuan yang jelas, maka dakwah tidak akan menghasilkan perubahan apa-apa dan tidak akan berarti.
Tujuan dakwah dibagi ke dalam beberapa bahagian, yaitu :
1.      Tujuan umum
Tujuan umum dakwah adalah identik dengan tujuan hidup manusia dan maksud diturunkannya Agama Islam itu sendiri yaitu tercapainya kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan umum ini memberikan tuntunan hidup kepada manusia agar menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini dan sebagai hamba Allah yang wajib  mentaati segala perintah-Nya serta memakmurkan bumi ini dengan nilai budaya yang dilandasi ajaran Islam. 
Rasulullah SAW diutus ke muka bumi ini adalah untuk mensucikan aqidah, meluruskan akhlak dan budi pekerti serta memberikan hidayah dan petunjuk ke arah keselamatan dan kebahagian dunia dan akhirat.


2.      Tujuan utama dakwah
Tujuan utama dakwah adalah hasil atau nilai akhir yang ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan dakwah. Untuk mencapai tujuan utama dakwah, maka semua rencana penyusunan serta tindakan dakwah harus diarahkan kepadanya.
Tujuan utama dakwah sebagai mana telah dirumuskan dalam pengertian dakwah yaitu terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridhoi oleh Allah SWT.
3.      Tujuan departemental dakwah
Tujuan departemental dakwah adalah merupakan tujuan pertama yang berintikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagian dan kesejahteraan yang diridhoi oleh Allah SWT, dimana masing-masing disesuaikan oleh segi-segi yang dibinanya dalam bidang kehidupan. Misalnya kebahagian dalam bidang pendidikan yang ditandai dengan tersedianya sarana pendidikan yang cukup serta tersedianya sistem pendidikan yang dapat membentuk manusia bertaqwa.
4.      Tujuan hakiki
Tujuan hakiki adalah tujuan pokok dan utama dalam dakwah yaitu penyerahan sepenuhnya segala sesuatu hanya kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman-Nya Q.S.Al-An am ayat162-163
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# . Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9 (
 y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$#
Terjemahnya :
Katakanlah: “ sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan akulah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah.[22]

M. Natsir dalam bukunya “Fikhu Dakwah” memberikan penjelasan tentang tujuan hakiki dari dakwah bahwa:
Tujuan hakiki dakwah adalah keridhaan Ilahi yang memungkinkan tercapainya “hidup yang sebenarnya yang lebih tinggi mutunya dari hidup duniawi; hidup inmateri sebagai kelanjutan dari hidup materi, hidup ukhrawi yang puncak kebahagiannya terletak dalam pertemuan dengan sang khalik Azza Wajalla.[23]

5.      Tujuan khusus
Tujuan khusus dakwah adalah mengisi setiap segi kehidupan dengan bimbingan kepada seluruh golongan dalam masyarakat sesuai dengan keadaan dan persoalannya sehingga islam dapat berintegrasi dan mewarnai seluruh aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan khusus ini, maka dalam menyampaikan dakwah seorang da’i harus pandai melihat situasi serta kondisi dari obyek dakwah yang dihadapi.
Dari beberapa penjelasan tentang tujuan utama dakwah, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah terdiri dari dua aspek yaitu pertama memenuhi perintah Allah SWT. Kedua adalah melanjutkan terwujudnya syariat Islam secara merata untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.

D.    Metode Penyampaian Dakwah
Dakwah sebagai upaya perubahan terhadap masyarakat kepada taraf yang lebih baik mempunyai berbagai macam teknik atau metode guna tercapainya sasaran yang diinginkan, teknik atau metode dakwah antara lain :
1.      Metode ceramah
Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri dan karakter dari seorang da’i atau muballig pada suatu aktivitas dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propaganda dan kampanye, pidato, khutbah, sambutan,  mengajar dan sebagainya.
Istilah ceramah dimasa modern sedang ramai-ramainya dipergunakan instansi pemerintah dan swasta, baik  melalui radio, televisi maupun ceramah secara langsung. Pada bagian orang ada yang menamakan ceramah/pidato tersebut dengan sebutan retorika dakwah.
Untuk mengetahui dan memahami penggunaan metode ceramah dalam dakwah, belum cukup tanpa mempelajari karakteristik metode itu sendiri, baik yang merupakan kelebihannya maupun kekurangannya, olehnya itu bagian berikut di jelaskan beberapa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh metode ceramah.
a.       Kelebihan Metode Ceramah
1.      Dalam waktu relatif singkat dapat di sampaikan bahan (materi dakwah) sebanyak-banyaknya.
2.      Memungkinkan muballig atau da’i menggunakan pengalamannya, keistimewaannya dan kebijaksanaannya sehingga audiens (objek dakwah) mudah tertarik dan menerima ajarannya.
3.      Muballig/da’i lebih mudah menguasai seluruh audiens
4.      Bila disajikan dengan baik akan dapat menstimulir audiens untuk mempelajari materi/isi kandungan yang telah direncanakan.
5.      Biasanya dapat meningkatkan derajat atau status dan popularitas da’i/muballigh.
6.      Metode ceramah ini lebih fleksibel, artinya mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta waktu yang tersedia, jika waktu terbatas maka materi dapat dipersingkat. Sebaliknya jika waktu memungkinkan bahan dapat disampaikan sebanyak-banyaknya dan lebih mendalam.
b.      Kekurangan metode ceramah
1.      Da’i atau muballigh sukar untuk mengetahui pemahaman audiens terhadap bahan-bahan yang disampaikan
2.      Metode ceramah hanyalah bersifat komunikasi satu arah saja, maksudnya yang aktif hanyalah sang muballigh/da’i saja, sedangkan audiens pasif belaka.
3.      Sukar menjajaki pola berpikir pendengar dan pusat perhatiannya.
4.      Penceramah sering kali bersifat otoriter.
5.      Apabila penceramah tidak memperhatikan psikologis audiens dan teknik edukatif maupun teknik dakwah, ceramah dapat berlarut-larut dan membosankan.   
2.      Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah sebuah metode penyampaian dakwah yang berusaha mendorong sasarannya (objek dakwah) untuk menyatakan suatu masalah yang belum dimengerti dan muballigh sebagai penjawabnya.
Metode ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhannya, sebab dengan bertanya berarti orang ingin mengerti dan dapat mengamalkannya. Metode tanya jawab ini dapat mengambil beragam bentuk seperti tanya jawab melalui radio, televisi, koran dan sebagainya.
Metode tanya jawab ini sering juga dilakukan oleh Rasulullah disaat sahabatnya tidak mengerti tentang suatu masalah. Metode tanya jawab ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu:
a.       Kelebihan metode tanya jawab
1.      Bila tanya jawab sebagai selingan ceramah, audiens/forum akan hidup.
2.      Tanya jawab dapat dipentaskan, seperti di radio, televisi dan sebagainya.
3.      Dapat dipergunakan sebagai komunikasi dua arah.
4.      Timbulnya perbedaan pendapat akan terjawab setelah didiskusikan dalam forum tersebut.
5.      Dimungkinkan da’i dapat mengetahui kemampuan serta pengetahuan penanya atau audiens, mendorong audiens lebih bersungguh-sungguh memperhatikan.
b.   Kekurangan metode tanya jawab
1.      Bila jawaban da’i kurang mengenai sasaran dimungkinkan penanya akan menduga yang bukan-bukan kepada da’i
2.      Bila terjadi perbedaan pendapat antara da’i dan audiens akan memakan waktu untuk menyelesaikannya.
3.      Penanya kadang-kadang kurang memperhatikan bila terjadi penyimpangan
4.      Agak sulit merangkum atau menyimpulkan seluruh isi pembicaraan jika berbentuk interaksi.
Antara kelebihan dan kekurangan metode tanya jawab tampak dengan jelas seimbang kadarnya. Oleh karena itu seorang da’i harus memiliki bekal dakwah mengenai teknik-teknik tanya jawab, agar metode yang dipergunakan dapat berhasil dengan efektif dan efisien.
3.      Metode Debat
Metode debat, selain sinonim dari istilah dakwah dapat juga dijadikan sebagai metode dakwah. Debat sebagai metode dakwah pada  hakikatnya mencari kemenangan, dalam arti menunjukkan kebenaran dalam Islam. Dengan kata lain debat adalah mempertahankan pendapat dan ideologi agar pendapat dan ideologi itu diakui kebenarannya dan kehebatannya oleh musuh.
4.      Metode Percakapan antar Pribadi
Percakapan antar pribadi atau individu adalah percakapan bebas antara seorang da’i dengan individu sebagai sasaran dakwahnya. Percakapan pribadi bertujuan untuk menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya dalam percakapan supaya tercapai aktivitas dakwah.
5.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah berdakwah dengan memperlihatkan suatu contoh baik berupa benda, peristiwa, perbuatan dan sebagainya. Dalam hal ini seorang juru dakwah memperlihatkan atau mementaskan sesuatu terhadap sasaran dakwah.
6.      Metode pendidikan dan pengajaran agama
Pendidikan dan pengajaran dapat pula dijadikan sebagai metode dakwah, sebab dalam defenisi telah disebutkan bahwa dakwah dapat diartikan dengan dua sifat yakni bersifat pembinaan dan bersifat pengembangan.
Pendidkan, khususnya pendidikan Islam merupakan sebuah pendidikan yang harus dilakukan secara sadar untuk mencapai sebuah tujuan yang jelas. Hakekat pendidikan adalah upaya penanaman moral beragama kepada seseorang. Sedangkan pengajaran agama adalah memberikan pengetahuan-pengetahuan agama kepada seseorang.
Pendidikan dan pengajaran adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya khususnya pendidikan agama Islam.
‘Antara aktivitas pengajaran agama dan pendidikan agama, keduanya saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya bahkan pengajaran merupakan perantara pendidikan sehingga istilah ini sering hanya disebut dengan pendidikan agama.’[24]

Pendidikan agama sebagai metode dakwah Islam pada dasarnya membina fitrah manusia yang dibawa sejak lahir yakni fitrah agama. Jadi memberikan pendidikan agama  hanyalah meluruskan keberagaman pada seseorang.
7.      Metode Dakwah Rasulullah
Dalam pelaksanaan dakwah, seorang da’i atau juru dakwah harus juga mengetahui metode-metode yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, Rasulullah dalam menyampaikan misinya menggunakan berbagai macam metode antara lain :
a.       Metode sembunyi-sembunyi
Dalam menjalankan dakwahnya Rasulullah bergerak secara diam-diam, hal ini disebabkan karena beliau masih sendiri dan belum mempunyai teman sebagai pembantu dalam berdakwah. Selain itu beliau menyesuaikan dengan keadaan setempat, dimana daerah itu mayoritas adalah penyembah berhala yang belum mengenal siapa Allah itu. Dan bahkan orang-orang quraisy itu sangat kejam bila diajak menyembah selain Tuhannya. Bahkan Nabi Muhammad pada waktu itu dianggap sebagai tukang sihir yang hendak menghancurkan agama nenek moyang mereka. Oleh karena itu metode dakwah Rasulullah SAW sangat efektif walaupun secara diam-diam tetapi sesuai dengan karakteristik sasaran dakwah.
b.      Dakwah secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan dimulai sejak turunnya wahyu yang kedua yakni surah Al-Mudatsir  (74): 1-2
$pkšr'¯»tƒ ãÏoO£ßJø9$# . óOè% öÉRr'sù
Terjemahnya :

“ Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan “[25]

Ayat tersebut memerintahkan kepada Rasulullah untuk memberikan peringatan kepada orang-orang kafir quraisy supaya memeluk islam dan meninggalkan kebiasaan mereka yakni menyembah berhala. Wahyu ini juga menunjukan bahwa Muhammad telah resmi menjadi Rasul dengan demikian metode dakwah yang telah lama diganti dengan metode yang baru yaitu metode dakwah secara terang-terangan.
c.       Politik Pemerintah
Setelah Nabi hijrah ke Madinah dan telah mendapat sahabat yang banyak, Rasulullah kemudian menentukan strategi dakwah dengan menggunakan politik pemerintah yakni mendirikan Negara Islam, yang mana semua urusan Negara, hukum, sosial, ekonomi dan sebagainya berasaskan Islam, artinya tujuan utamanya adalah dakwah Islamiyah.
d.      Surat Menyurat
Surat menyurat adalah salah satu metode dakwah Rasulullah, metode ini pernah dipraktekkan ketika beliau mengajak Negara tetangganya untuk memeluk Islam seperti Yaman dan Syam, adapun hasilnya sudah barang tentu ada yang berhasil dan ada pula yang tidak berhasil.
e.       Peperangan
Metode perang adalah metode yang paling terakhir digunakan, yakni ketika tidak ada lagi cara selain dari perang yang dapat ditempuhnya, seperti Perang Badar, Uhud, Yarmuk dan sebagainya.

E.     Langkah-Langkah Pengembangan Dakwah
Islam sebagai agama dakwah, baik ditinjau dari segi teori maupun prakteknya, artinya Islam adalah agama yanag selalu memerintahkan kepada penganutnya untuk senantiasa aktif dalam melaksanakan kegiatan dakwah. Kegiatan dakwah harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan terencana, sebab yang menentukan kemajuan dan kemunduran dari umat tergantung dari bagaimana pelaksanaan dakwah yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri. Bahkan dalam Al-quran dinyatakan bahwa kegiatan dakwah adalah “Ahsanu kaulan”[26] yaitu ucapan, perbuatan atau sikap yang baik.
Fungsi serta peranan dakwah yang begitu penting dan menentukan memerlukan suatu langkah-langkah pengembangan yang perlu ditingkatkan demi memantapkan posisi Agama Islam dalam diri seseorang serta menambah kualitas umat, baik dari segi aqidah maupun dari segi-segi ilmu lain yang ada sangkutannya dengan ilmu agama seperti fiqih, tasawuf, ilmu dakwah, dan berbagai ilmu yang dapat menambah wawasan mengenai agama Islam.
Dalam upaya pengembangan dakwah, ada lima hal yang perlu diperhatikan oleh para pelaksana dakwah/da’i, yaitu :
1.      Pengetian dakwah
Mengenai pengertian dakwah, diawal bab telah dijelaskan mengenai pengertian dakwah baik secara terminologi maupun secara etimologi. Dalam upaya pengembangan dakwah ini, maka seorang juru dakwah/da’i harus mengetahui serta memahami benar tentang dakwah.
Pelaksanaan dakwah harus dilkukan secara berkesinambungan agar sasaran dakwah bersedia masuk kejalan Allah dan secara bertahap menuju kepada kehidupan yang Islami, maka harus dilakukan melalui perencanaan yang mantap dan terorganisir, karena salah satu penyebab kurang maksimalnya pelaksanaan dakwah adalah :
‘Adanya kecenderungan pada sebagian kalangan da’i yang melakukan kegiatan dakwah secara individual tanpa terkait dengan da’i-da’i lain untuk melaksanakan dakwah secara bersama-sama’[27]

Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dakwah itu memerlukan kerja sama supaya tercapai tujuan dakwah  yang diinginkan.
2.      Tujuan dakwah
Dalam mengembangkan dahwah, para pelaksana dakwah harus pula memahami tujuan dakwah, karena tanpa memahami tujuan dakwah maka sulit untuk mengembangkannya. Tujuan dakwah secara umum adalah berupaya mengubah pola pikir serta perilaku masyarakat serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari agar mendapat kebahagiaan hidup di dunia maupun kebahagiaan di akhirat kelak.
3.      Pelaksana dakwah
Usaha pengembangan dakwah tidak mungkin berhasil tanpa dilakukan secara bersama-sama oleh umat Islam itu sendiri. Untuk mengembangkan dakwah  secara maksimal, demikian pula pelaksana dakwah dalam melakukan dakwah harus memiliki kepribadian yang baik serta memiliki organisasi yang kuat, sebab masalah yang dihadapi dimasa sekarang semakin beraneka ragam, sehingga da’i akan diperhadapkan pada berbagai macam tantangan.
4.      Sasaran dakwah
Demi kelancaran pelaksanaan dakwah yang efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka harus dilakukan pembagian/penggolongan umat dalam menerima dakwah. Hal ini sebagai upaya memaksimalkan kegiatan dakwah juga sebagai pengembangan dakwah di masa yang akan datang.
5.      Materi dan metode dakwah
Selain dari langkah-langkah yang disebutkan di atas, pelaksana dakwah juga harus memahami benar tentang materi dan metode dakwah. Materi dakwah adalah ajaran Islam yang memilki karakter yang sejalan dengan fitrah manusia dan kebutuhannya, materi dakwah yang sesuai dengan fitrah serta kebutuhan man usia akan lebih mendukung upaya pengembangan dakwah, begitu pula metode dakwah haru sesuai dengan fitrah dan kebutuhan manusia.
Dalam upaya pengembangan dakwah pada mesyarakat ada empat wadah yang sangat mendukung pengembangan dakwah yaitu :
a.       Masjid
Masjid, disamping dipergunakan sebagai tempat kegiatan khusus (tempat ibadah) juga telah dimakmurkan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan meningkatkan kualitas jamaah, seperti kajian-kajian keislaman, penerbitan brosur, penataran, training dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan.
b.      Pesantren
Pesantren adalah salah satu tempat lahirnya da’i-da’i professional yang tidak kenal lelah menyeru umat kepada kebenaran. Pondok Pesantren Indonesia kini telah menyebar keberbagai wilayah, bahkan kini sudah terdapat beberapa perguruan tinggi yang mana santrinya juga dari kalangan mahasiswa pada berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
c.       Lembaga-Lembaga Dakwah
Lembaga dakwah sangat besar andilnya dalam usaha mengembangkan dakwah Islam di nusantara. Lembaga dakwah  juga sangat berperan dalam mendidik dan melatih pelaksana dakwah dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, serta mengirim da’i-da’i ke seluruh pelosok daerah, dan menerbitkan buku-buku yang sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas umat.
d.      Kampus
Selain sebagai tempat mengasah pemikiran dan keterampilan serta mempelajari berbagai disiplin ilmu, juga sebagai sarana untuk menajamkan ruh Islamiyah serta memperluas wawasan keislaman.

F.     Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah
Kegiatan dakwah yang dilaksanakan tidak berbeda dengan kegiatan-kegiatan usaha lainnya, yang mana akan diperhadapkan dengan dua hal yang saling bersebrangan. Kegiatan dakwah selain mendapat dukungan juga akan mendapatkan hambatan di dalam menjalankannya.
1.         Faktor pendukung dakwah
Faktor pendukung dakwah tidak terlepas dari esensi Islam itu sendiri yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan pedoman umat serta kesadaran dari umat Islam itu sendiri dalam memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Atas dasar kesadaran itulah umat islam senantiasa berusaha mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana dijelaskan  dalam Al-Qur’an. QS. Al-Imran (3): 104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4
 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#

Terjemahnya  

‘Dan hendaklah ada segolongan umat diantara kamu yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung’[28]

Selain dari ayat tersebut di atas sebagai pegangan dalam melaksanakan dakwah, juga Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah Hadits, yang berbunyi:

Terjemahnya  
Dari Abu Said Al-Hudairia r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia mencegah dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka hendaklah ia merubah dengan ucapannya, dan jika ia tidak mampu maka hendaklah merubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim)[29]

Dari kedua dalil tersebut diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang menjadi pendorong umat Islam untuk melaksanakan dakwah adalah karena berpedoman pada kedua dalil tersebut. Karena disadari bahwa melakukan dakwah adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim dan kewajiban tersebut tidaklah bersifat perseorangan.
Faktor kedua yang mendorong umat Islam melakukan dakwah adalah kesadaran dari umat Islam itu sendiri untuk lebih memahami ajaran agamanya. Karena dengan memiliki pemahaman tentang Islam yang kualitatif dan konprehensif, maka seseorang akan memiliki moral serta sikap yang tangguh dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang semakin kompleks.
Faktor ketiga adalah keuletan dari para pelaksana dakwah/da’i dalam melaksanakan kegiatan dakwah meskipun senantiasa diperhadapkan dengan barbagai macam problema serta tantangan, namun mereka tidak mengenal kata putus asa dikarenakan iman yang kuat yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka.     
2.      Faktor penghambat dakwah
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka otomatis kegiatan dakwah akan mengalami berbagai macam hambatan. Hambatan-hambatan dakwah terdiri dari dua unsur yaitu :
a.       Hambatan dari luar
Sejak awal diutusnya Rasulullah SAW yang membawa agama Islam sampai sekarang, kegiatan dakwah tidak pernah luput dari berbagai tantangan dan hambatan terutama dari luar Islam. Ketika Rasulullah memulai dakwahnya beliau mendapat tantangan dari orang-orang kafir Quraisy yang menganggap Rasulullah akan menjatuhkan serta menghilangkan agama nenek moyang mereka yang telah berakar dan mendarah daging pada diri mereka. Dalam perkembangan Islam setelah wafatnya Rasulullah yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya juga tidak terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan dari kaum kafir baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun yang dilakukan secara terang terangan diberbagai belahan bumi seperti Spanyol, yang berbentuk perang salib.
Tantangan dakwah di masa sekarang semakin terlihat dengan jelas, terlihat dengan terorganisirnya progran-program orang-orang di luar Islam untuk merusak Islam dan ajarannya. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru tetapi memang sejak diturunkannya Al-Qur’an Allah telah mengingatkan, sebagaimana FirmanNya. QS. Al-Baqarah (2): 120
`s9ur 4ÓyÌös? y7Ytã ߊqåkuŽø9$# Ÿwur 3t»|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3 «« ……..
Terjemahnya:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sebelum kamu mengikuti agama mereka”.[30]

Ayat tersebut menunjukkan bahwa dakwah yang dilakukan akan senantiasa mendapat tantangan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, hal ini sangat di rasakan sampai sekarang. 
b.      Hambatan Dari Dalam
Dakwah, selain mendapat tantangan dari luar juga akan mengalami hambatan dari dalam berupa:
1.      Kurangnya pelaksana dakwah yang terampil dan profesional, karena dakwah yang dilaksanakan masih merupakan pekerjaan sambilan karena belum adanya organisasi yang khusus menangani kegiatan dakwah yang merumuskan kegiatan-kegiatan dakwah, seperti memperjelas secara gamblang sasaran dakwah seperti pribadi muslim serta masyarakat muslim pada umumnya, merumuskan masalah pokok umat Islam, isi dakwah serta menyusun paket-paket dakwah dan mengevaluasi kegiatan dakwah yang akan dilaksanakan.  
2.      Belum disadarinya oleh umat Islam secara keseluruhan bahwa dakwah adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam secara keseluruhan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
3.      Kurangnya dana untuk membiayai kegiatan dakwah khususnya yang jauh dari kota-kota besar dan juga kurangnya sarana dan prasarana sebagai alat pendukung proses kegiatan dakwah.
4.      Adanya fanatisme sehingga kemampuan menopang seluruh aspirasi umat sangat kurang.
Dari berbagai hambatan dakwah yang telah dikemukakan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu hambatan utama yang ada pada orang-orang Islam itu sendiri adalah rendahnya pendidikan umat Islam dibandingkan dengan penganut agama lain seperti Yahudi dan Nasrani, padahal disadari bahwa keterbelakangan dalam bidang pendidikan adalah merupakan penghambat untuk mudah menerima ajaran dakwah, sebagaimana Firman Allah SWT QS. Az-Zumar (39): 9.
3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#

Terjemahnya:

‘…katakanlah : adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran’.[31]

Dari pelajaran ayat tersebut, dapatlah dipahami bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang muslim terutama dalam memahami ajaran Agama Islam. Namun demikian Islam menawarkan citra idealnya untuk dibangun melalui proses pengkajian secara sistematis dan konprehensif dan untuk memahami Islam secara benar, maka haruslah senantiasa berpatokan pada Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber pendidikan Islam.
Salah satu faktor lain yang merupakan penghambat dakwah adalah realitas kontemporer yang merupakan ancaman terhadap eksistensi Islam itu sendiri. Realitas kontemporer tersebut adalah kehidupan yang tidak islami sebagaimana yang dikehendaki oleh syariat, syariat Allah tidak diikuti lagi, ajaran dan nilai-nilai moral serta adab Islami digusur dari pentas kehidupan. Sebaliknya kebatilan dengan bebas meraja rela di mana-mana, mendominasi seluruh dimensi kehidupan dan memporak-porandakan kepribadian setiap muslim.

PARADIGMA DAKWAH KAUM PEDALAMAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Realitas Sosial

4 komentar: